Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
Gubernur BI Agus Martowardojo menyebut tantangan di depan adalah bagaimana neraca pendapatan dan neraca jasa tidak terus mengalami defisit. Neraca jasa merupakan transaksi penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan jasa-jasa kargo dan jasa perjalanan. Sedang neraca pendapatan merupakan transaksi penerimaan dari atribusi pendapatan investasi langsung dan pengeluaran pembayaran bunga pinjaman luar negeri.
Data BI menunjukkan, dalam lima tahun ke belakang, neraca jasa terus mengalami defisit. Selama 2011-2015, neraca jasa mencatat defisit sekitar US$ 8 miliarUS$ 11 miliar. Sedang neraca pendapatan 2011-2015 selalu mencatat defisit US$ 25 miliarUS$ 29 miliar. Pada 2016, neraca jasa dan neraca pendapatan kembali defisit. Agus menyebut, neraca jasa 2016 defisit US$ 6 miliar dan neraca pendapatan 2016 defisit US$ 30 miliar.
BI memprediksi di tahun ini, defisit transaksi berjalan akan melebar menjadi 2,4% dari PDB. Pelebaran defisit itu dipengaruhi oleh potensi peningkatan impor tahun ini. Hal itu sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bank sentral berada di kisaran 5%-5,4%. "(Meski melebar) kalau masih di kisaran 2,5%-3% dari PDB, kami rasa itu merupakan kondisiĀ sustainable," kata Agus.
Ekonom Maybank Indonesia Juniman memproyeksikan, di kuartal I-2017 defisit transaksi neraca berjalan kembali naik menjadi 1,8% dari PDB. Kinerja ekspor diperkirakan tertekan, sedang impor tetap berjalan. "Ekspor tertahan karena penurunan ekspor konsentrat. Freeport belum bisa ekspor sejak pertengahan Januari," kata dia.
Juniman juga memperkirakan NPI di kuartal I-2017 masih surplus karena masih adanya arus modal asing masuk (capital inflow). Ini dipengaruhi penerbitan global sukuk US$ 2,5 miliar bulan lalu. "Kami perkirakan NPI surplus sekitar US$ 2,5 miliar sehingga cadangan devisa naik menjadi US$ 118,5 miliar di akhir Maret 2017," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News