Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penurunan nilai impor yang lebih dalam mendorong perbaikan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) tahun 2016. Bank Indonesia (BI) melaporkan defisit transaksi berjalan 2016 sebesar US$ 16,3 miliar atau 1,8% dari produk domestik bruto (PDB). Capaian itu lebih baik dibanding hasil 2015 yang sebesar US$ 17,5 miliar, atau setara 2% dari PDB.
Menurut BI, perbaikan CAD didorong perbaikan kinerja neraca perdagangan barang dan jasa. Surplus neraca perdagangan 2016 meningkat menjadi US$ 8,78 miliar, jauh lebih tinggi dibanding tahun 2015 yang hanya US% 7,67 miliar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus tersebut menjadi surplus tertinggi sejak lima tahun terakhir.
Kenaikan surplus neraca perdagangan disebabkan oleh penurunan impor yang sebesar 4,94% (yoy), lebih dalam dibanding penurunan ekspor yang sebesar 3,93% (yoy). Sejalan dengan penurunan impor, defisit neraca perdagangan jasa juga membaik.
Data BI menunjukkan, surplus transaksi modal dan finansial tahun 2016 mencapai US$ 29,2 miliar. Angka ini meningkat signifikan dari tahun sebelumnya US$ 16,8 miliar.
Peningkatan surplus transaksi modal dan finansial didorong oleh kenaikan surplus investasi langsung dan investasi portofolio. "Itu sejalan dengan masih baiknya persepsi pelaku ekonomi terhadap perekonomian domestik dan implementasi program pengampunan pajak," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, Jumat (10/2).
Surplus neraca bayar
Membaiknya defisit transaksi berjalan dan peningkatan surplus transaksi modal dan finansial, telah mendorong surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tahun 2016. BI mencatat surplus NPI mencapai US$ 12,1 miliar setelah mengalami defisit US$ 1,1 miliar pada 2015. Peningkatan NPI sejalan dengan peningkatan cadangan devisa dari US$ 105,9 miliar per akhir 2015 menjadi US$ 116,4 miliar per akhir 2016.
Gubernur BI Agus Martowardojo menyebut tantangan di depan adalah bagaimana neraca pendapatan dan neraca jasa tidak terus mengalami defisit. Neraca jasa merupakan transaksi penerimaan dan pengeluaran yang berhubungan dengan jasa-jasa kargo dan jasa perjalanan. Sedang neraca pendapatan merupakan transaksi penerimaan dari atribusi pendapatan investasi langsung dan pengeluaran pembayaran bunga pinjaman luar negeri.
Data BI menunjukkan, dalam lima tahun ke belakang, neraca jasa terus mengalami defisit. Selama 2011-2015, neraca jasa mencatat defisit sekitar US$ 8 miliarUS$ 11 miliar. Sedang neraca pendapatan 2011-2015 selalu mencatat defisit US$ 25 miliarUS$ 29 miliar. Pada 2016, neraca jasa dan neraca pendapatan kembali defisit. Agus menyebut, neraca jasa 2016 defisit US$ 6 miliar dan neraca pendapatan 2016 defisit US$ 30 miliar.
BI memprediksi di tahun ini, defisit transaksi berjalan akan melebar menjadi 2,4% dari PDB. Pelebaran defisit itu dipengaruhi oleh potensi peningkatan impor tahun ini. Hal itu sejalan dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan bank sentral berada di kisaran 5%-5,4%. "(Meski melebar) kalau masih di kisaran 2,5%-3% dari PDB, kami rasa itu merupakan kondisi sustainable," kata Agus.
Ekonom Maybank Indonesia Juniman memproyeksikan, di kuartal I-2017 defisit transaksi neraca berjalan kembali naik menjadi 1,8% dari PDB. Kinerja ekspor diperkirakan tertekan, sedang impor tetap berjalan. "Ekspor tertahan karena penurunan ekspor konsentrat. Freeport belum bisa ekspor sejak pertengahan Januari," kata dia.
Juniman juga memperkirakan NPI di kuartal I-2017 masih surplus karena masih adanya arus modal asing masuk (capital inflow). Ini dipengaruhi penerbitan global sukuk US$ 2,5 miliar bulan lalu. "Kami perkirakan NPI surplus sekitar US$ 2,5 miliar sehingga cadangan devisa naik menjadi US$ 118,5 miliar di akhir Maret 2017," tambah dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News