Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pendapatan per kapita Indonesia tercatat meningkat pada 2023. Akan tetapi, pendapatan yang meningkat tersebut justru tidak bisa mendorong konsumsi rumah tangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia mencapai Rp 75 juta atau US$ 4.919,7 pada 2023, atau meningkat dari 2022 yang sebesar Rp 71,03 juta atau US$ 4.783,9.
Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai, pendapatan per kapita yang meningkat tersebut justru tidak bisa mendorong konsumsi rumah tangga.
Baca Juga: Pendapatan Per Kapita Indonesia Naik Jadi Rp 75 Juta pada Tahun 2023
Hal ini terbukti berdasarkan catatan BPS yang menyatakan bahwa konsumsi rumah tangga pada 2023 mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan kondisi 2022.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga sepanjang 2023 tercatat sebesar 4,82% yoy atau lebih rendah dari pertumbuhan pada sepanjang tahun 2022 yang sebesar 4,94% yoy. Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga didorong perlambatan pengeluaran kelompok menengah atas.
“Pendapatan per kapita yang meningkat tidak serta merta mendorong konsumsi rumah tangga secara umum. Hal ini bisa disebabkan karena ketimpangan pendapatan hingga tertekannya konsumsi kelas (menengah ke atas) yang tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah,” tutur Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (6/2).
Padahal kata Yusuf, pendapatan per kapita secara umum paling banyak disumbang oleh kelompok pendapatan menengah ke atas.
Baca Juga: Ditanya Prabowo Soal Makan Siang Gratis Untuk Stunting, Ini Kata Ganjar
Ia berasumsi, alasan konsumsi rumah tangga kelas menengah atas menurun disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya, penurunan harga komoditas yang berdampak terhadap penurunan upah masyarakat secara umum.
Padahal beberapa sektor komoditas seperti sektor pertambangan merupakan salah satu sektor dengan kontribusi upah tertinggi di Indonesia.
Sementara itu, sektor yang banyak menyerap pekerja, pertumbuhan rata-rata upah riil tahunan juga terlihat melemah atau tumbuh tipis. Pada sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 2,2%, serta sektor industri pengolahan, upah mengalami pertumbuhan 1,3%.
Sementara pada perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor upah menurun secara tahunan sebesar 2%.
Baca Juga: Pengangguran Muda di Era Bonus Demografi
“Ketiga sektor ini menyerap 61,6% pekerja dengan status buruh atau karyawan atau pegawai. Jadi berangkat dari hal tersebut sebenarnya peningkatan pendapatan perkapita secara umum lebih banyak disumbang oleh kelompok pendapatan menengah ke atas,” ungkapnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan, konsumsi rumah tangga kelas menengah atas yang melambat tercermin dari indikator perlambatan pertumbuhan pajak pertambahan nilai atas barang mewah (PPnBM) yang melambat.
Juga, jumlah penumpang angkutan udara melambat, serta penjualan mobil tak menyumbang sebanyak sumbangan tahun lalu. Sebaliknya, investasi finansial seperti simpanan berjangka justru mengalami penguatan.
“Jadi, ada pergeseran dari konsumsi ke investasi,” tegas Amalia.
Baca Juga: Pertemuan Kelompok, Membina Nasabah Mekaar dan Sebagai Sarana Membayar Angsuran
Secara garis besar, konsumsi rumah tangga kelas menengah atas yang melambat ini juga menjadi pertumbuhan ekonomi di 2023 lebih rendah jika dibandingkan 2022. Sebab, sumber pertumbuhan ekonomi paling besar berasal dari konsumsi rumah tangga.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 tercatat sebesar 5,05% year on year (yoy), lebih rendah dari 2022 yang sebesar 5,31% yoy.
Pertumbuhan ekonomi 2023 ini hanya ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 2,55%, atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2022 sebesar 2,62%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News