kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha minta pasal pidana pajak ditinjau ulang


Kamis, 05 Oktober 2017 / 20:27 WIB
Pengusaha minta pasal pidana pajak ditinjau ulang


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Komisi XI DPR RI hari ini mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Apindo, Kadin, dan Hipmi soal Revisi Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Kamis (10/5).

Dalam rapat tersebut, ketiganya menilai bahwa pasal terkait pidana terhadap wajib pajak harus dilonggarkan. Ketua Hipmi Tax Center Ajib Hamdani menyoroti Pasal 107 dari rancangan RUU KUP ini supaya ada ruang lebih bagi wajib pajak.

“Pidana adalah hal sensitif. Waktu amnesti pajak, Hipmi bantu Kemenkeu untuk sosialisasi amnesti pajak. Kami lihat di lapangan, pemahaman pajak masih kurang, pajak pusat dan daerah banyak yang tidak bisa bedakan,” ujarnya di Gedung DPR RI, Kamis (10/5).

Oleh karena itu, sanksi pidana menurutnya harus diberikan ruang, “Kami usulkan pasal 107 agar jangan pidana dan denda, tapi pidana atau denda sehingga wajib pajak punya ruang,” katanya.

Selanjutnya masih terkait pidana, dalam Pasal 108 nomor 1 dalam rancangan RUU tersebut disebutkan pidana paling lama enam tahun, “Kami usulkan pidana empat tahun dan denda empat kali lipat,” ucapnya

Wakil Ketua Umum Apindo Suryadi Sasmita mengatakan RUU KUP ini baik tapi jangan sampai bikin dunia usaha shock karena rancangannya terlalu memberatkan wajib pajak. Pada pasal pidana, menurutnya terlalu ketat.

“Hanya salah isi SPT kena pidana, mungkin yang isi kan bukan yang punya. Pengusaha ini kan bangun negeri, bayar pajak dan serap tenaga kerja, denda administrasi saja. Tapi bagi wajib pajak yang perlu dipenjara, ya silakan,” kata dia.

Wakil Ketua Umum kamar dagang dan industri (Kadin) Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik, Raden Pardede mengatakan tujuan utama RUU KUP ini seharusnya collection pajak bukan untuk menghukum. Menurutnya, langkah yang lazim selain pidana adalah gijzeling.

“Kalau wajib pajak sudah bayar maka mereka itu bebas, praktik inilah yang lazim,” ujarnya.


 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×