kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45863,29   1,62   0.19%
  • EMAS1.361.000 -0,51%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha menilai Jokowi adil dalam menentukan UMP


Jumat, 01 November 2013 / 13:40 WIB
Pengusaha menilai Jokowi adil dalam menentukan UMP
ILUSTRASI. Grand Dafam Signature International Airport Yogyakarta.


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Usai rapat panjang kenaikan upah minimum provinsi (UMP) oleh tripartit tanpa dihadiri unsur pekerja, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo akhirnya menetapkan UMP DKI Jakarta sebesar Rp 2.441.301,74, atau naik 6 persen dibanding UMP 2013 yang sebesar Rp 2.216.243,68.

Meski keputusan tersebut lebih tinggi dari yang disodorkan pengusaha yakni sebesar Rp 2.299.860,33, namun para pengusaha menilai Jokowi adil dalam menentukan besaran UMP.

“Kenaikan UMP ini buah pikir dari pemimpin yang berusaha adil kepada rakyat. Mempertimbangkan pula makro ekonomi, tidak hanya menuruti apa maunya serikat pekerja,” kata Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat kepada Kompas.com, Jumat (1/11/2013).

Sebagaimana diketahui, dari unsur buruh mendesak Jokowi untuk menetapkan UMP DKI Jakarta sebesar Rp 3,7 juta pada 2014. Di sisi lain, meski menilai keputusan Jokowi adil, Ade mengklaim sebagian pengusaha masih berat lantaran keinginan pengusah, UMP hanya Rp 2.299.860,33.

Menurutnya, sejak setahun lalu usai kenaikan UMP 2013, pertumbuhan industri tekstil di Jakarta mulai melambat. Sebaliknya, di Jawa Tengah dan Jawa Barat bagian timur masih tetap tumbuh 5-6 persen.

“Beberapa memang keberatan tapi tekstil di DKI sangat kecil, hanya di kawasan berikat Cakung dan Pulogadung. Sekitar 38 perusahaan lah ya, tapi karyawan diatas 1000 orang,” lanjut Ade.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) Natsir Mansyur. Ia mengatakan, pengusaha tak bisa berbuat apa-apa atas kesepakatan yang sudah diputuskan Jokowi.

“Saya kira Rp 2,4 juta itu wajar, kalau ke depannya memang Jakarta ingin dikonsentrasikan menjadi kota jasa,” kata Natsir kepada Kompas.com, Jumat.

Lebih lanjut Natsir mengatakan, biaya hidup di Jakarta memang tinggi, sehingga hal itu tidak menjadi permasalahan. Malah kata dia, dengan hengkangnya pengusaha yang tak mampu membayar buruh sesuai keputusan Jokowi, pertumbuhan ekonomi di daerah lebih merata.

Natsir mengklaim, 65 persen perekonomian berputar di Jakarta. “Tapi yang perlu dipikirkan pemerintah adalah inovasi. Biar yang hengkang ini tidak ke luar negeri, tapi ke luar Jawa,” imbuhnya. “Kalau keberatan sih pasti ada. Tapi kalau sudah kesepakatan mau bagaimana lagi,”pungkas Natsir. (Estu Suryowati/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×