Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wachjudi mengusulkan, aturan mengenai produk tembakau tak seharusnya masuk dalam rancangan peraturan pemerintah (RPP) UU No 17/2023 tentang Kesehatan yang saat ini disusun Kementerian Kesehatan.
Menurutnya, beleid produk tembakau bisa berdiri sendiri seperti PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Zat adiktif. Dimana PP tersebut merupakan turunan UU Kesehatan tahun 2009.
"Gaprindo pada dasarnya mempersoalkan pengaturan PP Kesehatan yang bersifat omnibus, sangat gemuk, dan tidak fokus karena kluster zat adiktif berbeda dengan kluster rumah sakit, alat kesehatan, sediaan farmasi dan tenaga medis," kata Benny kepada Kontan.co.id, Senin (9/10).
Baca Juga: Pemerintah Harap Penggunaan Fitofarmaka di Fasilitas Kesehatan Meningkat
Menurutnya, Industri Hasil Tembakau (IHT) mempunyai ekosistem yang sangat luas dan mempunyai kepentingan sendiri. Di samping itu Benny mengatakan, dalam RPP Kesehatan juga dinilai sarat aspek larangan. Hal tersebut berbeda dengan UU 17/2023.
"Padahal dalam UU 17/2023 tentang Kesehatan tidak ada norma larangan," imbuhnya.
Benny menjelaskan, dengan aturan yang ada saat ini IHT sudah sangat berat. Di mana produksi kini terus menurun. Belum lagi jika aturan mengenai IHT diperketat. Selain itu, pengetatan aturan dikhawatirkan justru akan meningkat munculnya rokok ilegal.
"Di lain pihak rokok ilegal meningkat terus. Artinya produk legal yang turun tadi digantikan oleh produk ilegal. Karena yang ilegal tidak perlu patuh terhadap peraturan," imbuhnya.
Baca Juga: ATVSI Sebut Rencana Pengetatan Iklan Produk Tembakau Rugikan Industri Kreatif
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, hingga saat ini RPP yang menjadi aturan turunan UU Kesehatan masih dalam pembahasan. Di mana sedang dilakukan publik hearing untuk mendengarkan masukan dari masyarakat.
Untuk aturan produk tembakau dan rokok elektrik nantinya direncanakan akan masuk dalam satu RPP. Ditargetkan paling lambat akhir tahun RPP sebagai aturan pelaksana UU Kesehatan sudah bisa rampung.
"Saat ini masih dalam satu pembahasan RPP. (Yang diatur dari produk tembakau apa saja) masih disusun. Ini pasalnya masih disusun dan di bahas bersama," kata Nadia.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Eva Susanti menyampaikan, aturan pelaksanaan dari UU Kesehatan dibuat secara gabungan lantaran UU No 17/2023 sendiri merupakan aturan yang bentuk omnibus.
"Karena UU omnibus jadi PP omnibus juga. Jadi bukan hanya PP ini aja, jadi mencabut beberapa puluh PP. Satu nanti jadi PP. Tapi pengaturannya sudah ada masing-masing," kata Eva dikutip dalam public hearing di Kanal YouTube Kementerian Kesehatan, Senin (9/10).
Eva menyebut, regulasi soal produk tembakau bukan bermaksud untuk mematikan industri atau pabrik rokok. Menurutnya, aturan hanya mengatur mengenai pengiklanan dan penjualan.
Baca Juga: Asosiasi Industri Minta RPP Kesehatan Terkait Pengamanan Zat Adiktif Dibuat Terpisah
"Jadi tidak mematikan pabriknya atau Anda dilarang merokok, sama sekali tidak boleh merokok itu tidak. Tetap ada ruangan tapi diatur dimana bagaimana harus mereka merokok karena merokok akan membahayakan orang sekeliling," jelasnya.
Kemudian soal pengaturan iklan rokok dilakukan untuk menekan angka anak-anak yang merokok. Pasalnya berdasarkan penelitian yang dilakukan pihaknya, Eva mengatakan anak-anak mudah terpapar iklan rokok sehingga menjadi perokok.
Ia menegaskan, pengaturan soal produk tembakau didasarkan dari teori, kajian dan benchmark dari beberapa negara. Pengaturan produk tembakau dilakukan untuk memberikan perlindungan serta mengupayakan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat dan generasi penerus bangsa.
Baca Juga: AMTI Soroti Larangan Restriktif dari Hulu sampai Hilir di Ekosistem Pertembakauan
"Tidak ada maksud lain, hanya memang memberikan pengaturan yang lebih baik untuk bisa menurunkan prevalensi penyakit tidak menular dalam hal ini dan bagaimana menurunkan dan mengatur prevalensi dan faktor risiko untuk bisa lebih baik. Ini sudah diterapkan negara lain yang juga jadi penghasil tembakau," jelasnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News