Sumber: KONTAN | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral 20 negara anggota G-20 di London 3-5 September lalu membuahkan beberapa kesepakatan penting. Indonesia bersama negara anggota G-20 akan lebih memperketat pengawasan dan peraturan lembaga keuangan.
Menteri Keuangan Srimulyani Indrawati menegaskan, dalam pertemuan di London pekan lalu, seluruh anggota setuju bahwa saat ini perekonomian dunia mulai terlihat pulih.
Tapi, "Pemulihan masih sangat dini, tidak pasti, dan rapuh. Oleh karena itu, kami sepakat tidak memberikan sinyal exit strategy terlalu kuat. Soal ini diserahkan ke masing-masing negara," katanya, Senin (7/9).
Salah satu topik penting dalam pembahasan Forum G-20 adalah munculnya reaksi terhadap krisis berupa koreksi signifikan terhadap peraturan pengawasan dan regulasi di sektor keuangan.
Menurut Sri, semua sepakat bahwa krisis finansial global muncul karena kegagalan supervisi dan pengawasan, serta peraturan yang memberikan batasan kuat pengambilan risiko di sektor perbankan.
Regulasi kian ketat
Makanya, semua negara sepakat membenahi pengawasan dan memperketat regulasi untuk mencegah munculnya sikap sembrono dan risiko berlebihan dari pengelola bank sehingga menyebabkan bank rusak.
“Peraturan pengetatan cadangan minimal modal perbankan bakal meningkat signifikan. Selain itu, sistem penggajian pada eksekutif perbankan juga akan ada pembatasan,” kata Sri.
Bahkan, menurut Menkeu, Prancis meminta level gaji diatur dalam nominal. Tapi, beberapa negara menilai, cukup ada penentuan struktur dan formula lantaran kondisi tiap negara berbeda.
Pertemuan itu juga menyepakati pentingnya pengawasan dan peraturan ketat terhadap bank dan lembaga keuangan bukan bank. Perilaku industri ini cenderung berkembang lebih cepat dibanding kemampuan pengawasan regulator.
“Sikap Indonesia mendukung peningkatan cadangan modal suatu bank dan lembaga keuangan bukan bank,” kata Sri.
Selain membahas ekonomi terkini, pertemuan G-20 juga membicarakan pembatasan dampak pemanasan global.
Namun, karena India dan China menolak isu pemanasan global masuk dalam topik pertemuan itu, akhirnya fokus pembicaraan pada peranan menteri keuangan dalam menangani perubahan iklim.
Topik hangat lain adalah soal pembiayaan dalam rangka pemulihan ekonomi, terutama menyangkut trade financing, termasuk reformasi birokrasi di lembaga keuangan dunia, seperti Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia (ADB), dan IMF.
Semua sepakat, perlu upaya peningkatan suara dan partisipasi negara berkembang. Sayang, forum itu belum menghasilkan secara eksplisit komitmen penambahan modal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News