kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Tanpa tes terstandar dan bukti ilmiah, penerapan new normal masih berisiko


Selasa, 26 Mei 2020 / 20:01 WIB
Pengamat: Tanpa tes terstandar dan bukti ilmiah, penerapan new normal masih berisiko
ILUSTRASI. Warga melintasi sebuah mural bertuliskan The New Normal?di Tangerang


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Skenario normal baru (new normal) dalam menghadapi pandemi virus corona (Covid-19) yang tengah disiapkan pemerintah dinilai masih prematur dan terlalu berisiko. Sebab, penyebaran Covid-19 masih belum bisa tertangani dan masih terus bertambah.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengingatkan, dalam merancang maupun menerapkan kebijakan di tengah masa pandemi, pemerintah seharusnya berdasar pada bukti ilmiah atau scientific evidence. Dalam hal ini, sesuai standar WHO, semestinya pemerintah menjalankan 10.000 tes uji positif Covid-19 per 1 juta penduduk.

Dia menegaskan, pengambilan kebijakan harus merujuk pada tes yang standar tersebut sebagai acuan dalam pengendalian Covid-19.

Baca Juga: Ada new normal, begini dampaknya ke IHSG

"Ini adalah pandemi, ketika mau mengambil kebijakan harus ada dasar scientific evidence. Bukti yang digunakan di seluruh dunia adalah 10.000 tes per 1 juta penduduk. Kami belum sampai ke sana. Paling banyak 4.000, kemarin di bawah 1.000, hari ini nggak tahu berapa. Jadi apa dasarnya?" kata Agus saat ditanya Kontan.co.id, Selasa (26/5).

Agus berpandangan, jika tidak didasarkan pada bukti ilmiah, maka pemerintah ibarat tengah melakukan perjudian (gambling). Ia pun menekankan, pemerintah seharusnya terlebih dulu memprioritaskan kesehatan. Jika tidak, maka risiko bagi kehidupan masyarakat maupun perekonomian akan semakin besar dan menemui ketidakpastian.

"Urus dulu pandeminya, bagaimana cara meminimalisasi. Setelah itu harus mikir ekonomi, karena orang harus hidup. Kalau main dua kaki risikonya besar, apalagi dasar saintific-nya tidak ada. Kalau tambah sakit, ekonomi nyesek. kalau diambil silakan saja terserah pemerintah, tapi itu namanya gambling dan risikonya sangat besar.," sebut Agus.

Adapun, pemerintah telah menyiapkan skenario maupun protokol untuk menerapkan new normal. Antara lain melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.

Juga Surat Edaran Nomor HK.02.02/Menkes/335 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penularan Covid-19 di tempat kerja sektor jasa dan perdagangan (area publik) dalam rangka keberlangsungan usaha.

Agus menilai, protokol tersebut memang perlu disiapkan dan disosialisasikan. Namun, untuk implementasinya masih harus dipertimbangkan lebih lanjut lagi. "Kalau disiapkan (protokol) ya harus disiapkan. Hanya diberlakukannya kapan? mau sekarang? buat saya itu belum penting," tutur Agus.

Baca Juga: Soal kebijakan new normal Covid-19, YLKI: Terlalu dini, gegabah dan gambling

Lebih jauh, ia pun menyoroti soal akan dibukanya 60 pusat perbelanjaan atau mal di Jakarta, yang dikabarkan akan kembali beroperasi pada 5 Juni nanti. Agus menghimbau agar masyarakat tidak perlu pergi ke pusat keramaian jika tidak ada hal mendesak yang harus ditunaikan.

"Kalau nanti dibuka mal-nya, saya menghimbau, masyarakat jangan ke mal kalau tidak perlu sekali, Hang out, nongkrong, jangan deh," pintanya.

Menurut Agus, dalam pelaksanaan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saja, pemerintah masih kewalahan. Bahkan, membeludaknya warga saat menjelang Idul Fitri serta arus mudik yang masih terjadi, menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam mengatur masyarakat di tengah pandemi.

"Itu berarti gagalnya pemerintah mengendalikan rakyatnya. Bagaimana orang tetap mudik dengan berbagai cara, itu kegagalan regulasi," tandas Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×