kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat soroti RPP UU Cipta Kerja sektor perhubungan angkutan laut


Kamis, 04 Februari 2021 / 18:46 WIB
Pengamat soroti RPP UU Cipta Kerja sektor perhubungan angkutan laut
ILUSTRASI. Sebuah kapal kargo melintas di perairan Selat Malaka, Batam, Kepulauan Riau,


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan segera menetapkan RPP dan Perpres turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja pada 7 Februari 2021 mendatang. Termasuk di dalamnya terdapat revisi 16 Peraturan Pemerintah (PP) terkait dengan sektor perhubungan.

Selain revisi, terdapat sejumlah PP baru untuk mengakomodir kebutuhan dari Omnibus Law tersebut. Setidaknya terdapat revisi 4 PP dari moda darat, revisi 1 PP dari moda kereta api, revisi 1 PP udara dan penambahan 4 PP, serta 4 PP dari sub sektor angkutan pelayaran.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio berharap payung hukum ini nantinya bisa memajukan industri pelayaran Indonesia.

"Kalau nanti RPP ini disahkan, semoga isinya seperti yang kita harapkan," katanya dalam diskusi daring dengan judul "Dampak Kebijakan Transportasi Angkutan Laut kepada Industri Nasional" Kamis (4/2).

Agus menyoroti Pasal 44 RPP 20 yaitu perihal agen umum versus pemilik. Pasalnya belum ada definisi jelas mengenai agen dan pemilik perusahaan ini.

"Ini dua bisnis yang berbeda menjadi satu. Kewajibannya berbeda, namun haknya sama. Ini harus dievaluasi lagi. Dalam pasal 44 ini definisi agen dan pemilik perusahaan ini harus diperjelas," paparnya.

Pengamat Hukum Margarito Kamis melontarkan kritik dan menyebut isi dalam RPP tidak beraturan. "Kita tidak bisa apa-apa untuk mengubah RPP ini," ujarnya.

Baca Juga: Pemerintah rombak ketentuan daftar positif investasi, ini isinya

Hal yang menjadi sorotan perihal klausul membuka pintu lebar masuknya kapal-kapal asing. "Kalau kapal asing membuat agen di sini, kita semua kalah," paparnya.

Margarito berharap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan pendapatnya perihal RPP ini.

Tri Achmadi, Pengamat Industri Pelayaran ITS menambahkan dalam menyusun regulasi, jangan mengambil jalan pintas. Transportasi laut adalah infrastruktur Negara. "Kalau ini dibebaskan seperti gorengan, Negara pasti akan rugi," paparnya.

Menurutnya, pemerintah tidak bisa hanya menekan efisiensi terus, Pemerintah harus mendengarkan pelaku usaha. Pemerintah seharusnya tidak mengundang tenaga dari luar.

"Jangan mengorbankan national interest untuk rasionalitas pasar. Peningkatan efisiensi boleh saja, namun tidak mesti dengan mendatangkan tenaga dari luar," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×