Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang menghukum PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) atas dugaan diskriminasi kepada para mitra pengemudi mandiri nya sudah tepat.
Pasalnya, Grab dan TPI dinilai melakukan penguasaan industri dari hulu ke hilir yang memiliki rangkaian produksi, yang sebenarnya nilainya bisa dinikmati oleh pelaku usaha lain dalam hal ini pengemudi di luar TPI yang merupakan bagian dari masyarakat luas.
"Saya kira jelas soal itu, yang dilakukan oleh Grab dengan TPI itu,” kata Sukarmi, pengamat hukum persaingan usaha Universitas Brawijaya dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Senin (27/7).
Baca Juga: Pengamat sebut denda KPPU terhadap Grab jadi bukti adanya kepastian hukum
Ia menegaskan, salah satu pelanggaran yang paling jelas terletak pada Pasal 14 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mengisyaratkan larangan membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
Menurut Sukarmi, penguasaan yang dilakukan dari hasil konsolidasi usaha antara Grab dan TPI telah menimbulkan persaingan tidak sehat, yang kemudian berdampak pada adanya kerugian, baik itu yang diderita oleh pelaku usaha lain.
"Konsumen dalam pengertian undang-undang adalah user, termasuk yang akan naik. Tetapi nyatanya ini konsumen yang dimaksud dalam UU ada pelaku usaha lain yakni mitra Grab,” kata mantan Komisioner KPPU itu.
Dia menuturkan, ada tiga alasan mengapa KPPU memutus bersalah dalam perkara ini. Pertama, adalah bahwa persaingan tidak sehat itu sudah sangat nyata. Dalam putusan, majelis menilai ada satu bentuk kerja sama yang yang digalang Grab sehingga lebih mengutamakan TPI.
Menurut Sukarmi, jika dari hulu ke hilir dia kuasai maka akan berdampak memberikan kerugian oleh pihak lain yakni mitra di luar TPI. Sementara dalam konteks ini, Grab merupakan alternatif lahan pekerjaan bagi masyarakat.
Kedua, kerja sama keduanya akan merugikan pihak lain yang tidak terafiliasi karena peluang pengemudi non-TPI untuk mendapatkan banyak penumpang semakin tipis. "Bisa jadi tidak mendapatkan peluang. Kalaupun dapat, pasti peluangnya kecil karena lebih mengutamakan keluarga," tambah dia.
Ketiga, kerjasama Grab dan TPI jauh dari tujuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dimana lembaga yang dibina KPPU harus memperlihatkan terjadinya sebuah persaingan yang sehat.
Baca Juga: Mengapa KPPU menghukum Grab Indonesia dan PT TPI dengan denda Rp 49 miliar?
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Kebijakan Usaha Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dhita Wiradiputra mengatakan, kasus hukum yang menyeret Grab seharusnya tidak terlalu rumit jika selama sidang para pembela fokus pada substansi yang menjadi perkaranya.
Menurut dia, komisioner di KPPU berupaya untuk lebih objektif saat ini dibandingkan dengan pada masa lalu. Pasalnya, mereka tidak lagi terlibat dalam proses awal pemeriksaan, penyelidikan hingga pemberkasan.
Berdasarkan hasil putusan sidang, KPPU menilai Grab tidak kooperatif dalam proses persidangan karena tidak hadir memenuhi panggilan sidang pemeriksaan terlapor dan tidak menyampaian data dan atau dokumen yang diminta oleh majelis komisi.
Selain itu, Grab juga dituduh telah melakukan merendahkan pengadilan, karena dinilai tidak menghormati kedudukan majelis komisi dengan merendahkan kewibawaan serta kehormatan majelis komisi dan melakukan pembunuhan karakter terhadap KPPU. Grab tidak menghargai profesi masing-masing pihak yang ada dalam ruang sidang.
Sebagaimana diketahui, Grab Indonesia terkena denda Rp 30 miliar dan TPI sebesar Rp19 miliar. Keduanya terbukti melanggar Pasal 14 dan Pasal 19 UU Nomor 5 Tahun 1999.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News