Reporter: Martyasari Rizky | Editor: Handoyo .
Maka dari hal itu, Indonesia harus mengkalkulasikan terlebih dahulu perhitungan sebelum mengambil hutang luar negeri, bahwa apakah hal tersebut dapat mendukung peningkatan ekspor dan atau menambah penerimaan devisa masuk ke Indonesia. Agar terjadi keseimbangan, antara hutang luar negeri dengan cadangan devisa yang dimiliki.
Asal tahu saja, dengan adanya beban hutang luar negeri hal itu tentunya akan memberikan efek terhadap APBN Indonesia. Artinya, beban bunga dan cicilan hutang tentu akan meningkatkan beban APBN Indonesia. Sehingga jika bunga dan cicilan mengalami kenaikan, maka Pemerintah harus mengambil langkah untuk mengurangi pengeluaran negara yang lain.
Di sisi lain, dengan adanya tekanan eksternal hal ini memiliki kemungkinan Federal Funds Rate (FFR) akan mengalami kenaikan hingga dua kali untuk kedepannya. Serta dampak adanya perang dagang juga berpotensi terjadinya pelemahan harga komoditas.
“Dampak perang dagang antara Amerika dan China sudah pasti berpeluang untuk melemahkan harga komoditas,” kata Enny.
Dalam artian, jika harga komoditas turun, ekspor Indonesia tidak akan berjalan optimal, dan juga akan mengalami penurunan. Hal ini tentu saja akan menjadi ancama untuk trade devisit atau neraca perdagangan Indonesia.
Dengan neraca perdagangan yang turun, maka akan terjadinya capital outflow atau pelemahan rupiah. Sehingga neraca pembayaran Indonesia juga akan berpotensi mengalami devisit. Artinya, jika transaksi luar negeri Indonesia mengalami devisit, berarti kita akan lebih banyak membutuhkan dollar, dari pada memiliki persediaan dollar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News