Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada rapat kerja bersama Komisi VII DPR pada 13 April lalu mengungkapkan, rencana kenaikan tarif listrik, serta harga elpiji 3 kilogram, Pertalite, dan Solar.
Kebijakan tersebut merupakan strategi pemerintah dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia.
Direktur Eksekutif Energi Watch Mamit Setiawan mengatakan, rencana kenaikan beberapa komoditas energi memang seakan buah simalakama bagi pemerintah yang tak bisa dielakkan.
Di mana selisih harga komoditas energi saat ini terlalu jauh untuk ditanggung secara keseluruhan oleh pemerintah.
Baca Juga: Ekonom Ini Sarankan Pemerintah Tahan Kebijakan yang Berpotensi Gerus Ekonomi
Namun Mamit menegaskan rencana kenaikan tersebut tak bisa dilakukan secara mendadak oleh pemerintah. Hal ini menghindari agar masyarakat tak merasakan beban yang berat terlebih perekonomian masih belum bangkit dari gempuran pandemi Covid-19.
"Mau tidak mau, tapi ini tidak bisa dalam waktu dekat. Jangan besok istilahnya, tapi beri waktu satu dua bulan ke depan," kata Mamit kepada Kontan.co.id, Rabu (11/5).
Kemudian rencana kenaikan komoditas energi tersebut juga perlu dilakukan penyesuaian. Misalnya saja rencana kenaikan BBM solar dan pertalite.
Mamit mengusulkan agar subsidi BBM tersebut diberikan mekanisme tertutup. Hal ini agar subsidi solar dan pertalite dapat tersalurkan tepat sasaran.
"Untuk mekanisme BBM sebenarnya saat ini sudah berjalan program digitalisasi yang dilakukan oleh Pertamina, juga bagaimana koordinasi dengan Departemen Perhubungan dalam hal ini Hubungan Darat, Kepolisian untuk mendata kendaraan-kendaraan mana saja yang berhak untuk mendapatkan subsidi. Karena saat ini subsidi solar subsidi atau pertalite dinikmati oleh para pengusaha yang memang mendapatkan keuntungan," jelasnya.
Kemudian untuk Elpiji 3 kilogram subsidi dapat diberikan dengan memanfaatkan data DTKS milik Kementerian Sosial. Kembali, Mamit menegaskan, penyesuaian harga komoditas energi diperlukan namun ada beberapa ketentuan yang diterapkan agar tak membebani masyarakat kecil.
Sedangkan untuk rencana kenaikan tarif listrik, Mamit menyebut hanya bisa dilakukan pada penggunaan listrik non subsidi dengan kriteria 2.200 watt, usaha menengah dan besar. Ia menuturkan, tarif listrik di Indonesia tergolong rendah dibandingkan negara lain seperti Thailand, Vietnam, Filipina dan Singapura.
"Listrik saya harapkan untuk golongan non subsidi saja. Untuk golongan non subsidi 900 sampai 1.300 Itu nggak usah dinaikkan, yang 2.200 ke atas saja sama industri besar itu menengah harus dinaikkan tarif listriknya," paparnya.
Baca Juga: Ekonom Indef Minta Rencana Kenaikan Harga BBM, LPG, dan TDL Ditunda, Ini Alasannya
Pengamat Energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa juga mengatakan bahwa pemerintah baiknya menunda rencana kenaikan harga komoditas energi. Meski berkaca pada fluktuasi harga energi dunia memang pemerintah sudah seharusnya menaikkan harga energi.
Ditambah lagi dengan posisi Indonesia sebagai importir minyak dan juga importir elpiji, maka harga energi dunia dipastikan mempengaruhi harga di domestik.
"Namun pada kondisi saat ini tidak tepat, karena masyarakat baru saja melewati pandemi yang belum benar-benar berakhir dan yang menurunkan daya beli masyarakat. Maka dengan kenaikan ini dapat memukul perekonomian masyarakat yang istilahnya baru bisa bernafas agak lega," ujar Iwa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News