kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penerimaan pajak seret, shortfall pajak diperkirakan mencapai Rp 200 triliun?


Selasa, 10 Desember 2019 / 19:49 WIB
Penerimaan pajak seret, shortfall pajak diperkirakan mencapai Rp 200 triliun?
ILUSTRASI. Petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak di tahun ini semakin jauh dari target, perlambatan ekonomi domestik disinyalir menjadi penyebabnya. Sehingga, proyeksi shortfall pajak diperkirakan berada di level Rp 200 triliun pada akhir tahun 2019.

Berdasarkan sumber Kontan.co.id, realisasi penerimaan pajak sampai dengan 10 Desember 2019 baru mencapai Rp 1.167,35 triliun atau hanya 74% dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 1.577,5 triliun. Sehingga pemerintah perlu mencari pemasukan pajak setidaknya Rp 410,15 triliun dalam 20 hari mendatang, agar mencapai target.

Namun demikian, berkaca pada rekam jejak penerimaan pajak di satu bulan terakhir dalam lima tahun ke belakang hanya bisa menyumbang 15,7%-16,1% dari target akhir tahun. 

Baca Juga: Sistem mengalami gangguan, data administrasi PPh terhambat

Kabar yang dihimpun Kontan.co.id penerimaan pajak sampai dengan akhir November hanya mencapai 70%. Sehingga, hitung-hitungan Kontan.co.id, dengan menggunakan tren penerimaan Desember 2017 dan Desember 2018, shortfall pajak pada 2019 kemungkinan berada pada kisaran Rp 219,28 triliun-Rp 225,59 triliun.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo mengatakan kondisi ekonomi saat ini berbeda dengan tahun lalu, sehingga kinerja perpajakan tahun ini masih jauh dari target akhir tahun. 
Namun, pihaknya akan terus menggali potensi penerimaan pajak baik dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dan PPh Badan yang diramal bakal rebound dan upaya ekstensifikasi.

“Terjadi penurunan harga komoditas karena perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Harapan kami pada akhir tahun ada semacam turning point, sehingga memperbaiki penerimaan pajak,” kata Suryo di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Selasa (10/12).

Di sisi lain, Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal memproyeksi shortfall pajak berada di atas outlook pemerintah atau di rentang Rp 140 triliun-Rp 200 triliun. “Ada pelebaran dari proyeksi sebelumnya, dibanding tahun lalu pasti melebar,” terang Yon.

Yon menyampaikan agar shortfall pajak tidak berada di atas Rp 200 triliun, otoritas pajak terus melakukan ekstra effort mulai dari pengawasan, penagihan, dan penegakan hukum. Selain itu, memanfaatkan data keuangan.

Prediksi Yon, pemanfaatan data keuangan sebagai ekstra effort akan berbuah pada Desember. Namun, implementasi ke penerimaan pajak hanya sedikit, sebab sepanjang tahun ini masih dalam proses mengumpulkan data dan verifikasi. Barulah di akhir tahun 2020, data keuangan tersebut bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Payung hukum data informasi keuangan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. 

Kemudian diturunkan ke dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/03 tahun 2018, Peraturan Dirjen Nomor 04/PJ/2018, dan Surat Edaran (SE)-16/PJ/2017.

Baca Juga: Masih Harus Mengejar Penerimaan Rp 500 Triliun, Ini yang Dilakukan Aparat Pajak

Sehingga, DJP secara otomatis menerima saldo rekening keuangan dan dapat melakukan permintaan Informasi dan/atau Bukti atau Keterangan (IBK) langsung ke bank tanpa melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selanjutnya, LJK mengirimkan laporan paling lama empat bulan setelah akhir tahun kalender. 

Dengan demikian, DJP bisa memperoleh rekening keuangan Orang Pribadi (OP) dengan saldo minimal Rp 1 miliar dan untuk entitas tidak terdapat batasan saldo. Adapun DJP menerima data informasi keuangan pertama kali pada bulan April 2018 untuk saldo rekening keuangan 31 Desember 2017. 

Di sisi lain, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam mengatakan dalam situasi perekonomian dunia dan nasional tahun 2019 yang tidak anomali pasti akan berdampak pada penerimaan pajak Indonesia. Di samping itu, menurutnya
sepanjang semester I-2019 tidak ada extra effort yang signifikan yang dilakukan untuk menjaga situasi tidak gaduh di tahun pemilu.

Sehingga, tidak banyak yang bisa dilakukan di sisa tahun 2019 yang tinggal 20 hari ini. Hanya saja otoritas perpajakan dapat mengoptimalkan untuk mengeksekusi data pertukaran informasi. 

DDTC memprediksi shortfall pajak bisa menyentuh Rp 259 triliun pada akhir 2019 atau setara dengan 83,6% dari target.

“Lebih baik fokus mematangkan strategi penerimaan pajak tahun 2020 dan selanjutnya yang tantangannya juga tidak mudah. Apalagi untuk tahun 2021 dan setelahnya ketika penurunan tarif PPh badan mulai berlaku,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Selasa (10/12).

Realisasi PPh diprediksi stagnan

Pemerintah menilai pada realisasi penerimaan pajak sampai akhir Oktober 2019 mengindikasi rebound dari pencapaian kuartal III-2019. 
Sehingga diharapkan sepanjang kuartal IV-2019 yang tersisa kurang dari satu bulan ini PPh karyawan dan PPh korporasi dapat menorehkan pencapaian yang gemilang.

Berdasarkan data Kemenkeu realisasi PPh pasal 21 sepanjang kuartal III-2019 terkoreksi 0,82%, sementara pada akhir Oktober 2019 tumbuh 10,42%. Dari sisi PPh badan, realisasi Juli-September 2019 turun 12,68%, kemudian rebound pada akhir bulan lalu sebesar 8,54%.

Direktur Peraturan Perpajakan II Yunirwansyah mengatakan sifat PPh terhadap penerimaan pajak cenderung subjektif. Artinya tergantung dari penghasilan korporasi dan karyawan. Sayangnya tidak ada stimulus baru yang bisa menggenjot PPh di kuartal IV-2019.

Baca Juga: Potensi shortfall pajak melebar, ini tiga penyebabnya

Yunirwansyah mengakui tahun ini penerimaan PPh cenderung stagnan. Tetapi, ada peningkatan pada bulan Desember lantaran Tunjangan Hari Raya (THR). Kata dia, secara tren, pertumbuhan PPh bisa mencapai 15%-17% di akhir tahun.

“Kalau masih rutin-rutin aja seperti gaji, datar begini saja. Harapannya tahun depan bisa naik karena peningkatan penyerapan tenaga kerja,” kata Yunirwansyah kepada Kontan.co.id, Selasa (10/12).

Yunirwansyah menambahkan peran PPh sangat penting, sebab sumbangsihnya lebih dari 60% terhadap total penerimaan pajak. Dus, kinerja PPh juga mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). “Kalau mau beli tidak ada uangnya bagaimana,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×