Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak negara masih tertekan hingga Agustus 2025 seiring perlambatan ekonomi dan tingginya restitusi.
Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak neto tercatat Rp 1.135,44 triliun atau baru 54,7% dari outlook 2025. Angka tersebut turun 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 1.196,5 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan, kontraksi terutama dipengaruhi restitusi pajak yang menyebabkan penerimaan neto pada Agustus tercatat negatif 3,8%.
Baca Juga: Direktorat Jendral Pajak Usulkan Tambahan Anggaran Rp 1,79 Triliun untuk Tahun 2026
Jika dirinci, penerimaan pajak penghasilan (PPh) Badan mencapai Rp 194,20 triliun atau turun 8,7% secara tahunan. Penerimaan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah (PPN dan PPnBM) juga melemah 11,5% menjadi Rp 416,49 triliun.
Sebaliknya, penerimaan PPh Orang Pribadi tumbuh 39,1% menjadi Rp 15,91 triliun, sedangkan penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) naik 35,7% menjadi Rp 14,17 triliun.
Selain pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga mengalami penurunan 20,1% year on year menjadi Rp 306,8 triliun atau 54,3% dari outlook.
Sebagai penopang, penerimaan kepabeanan dan cukai masih mencatatkan pertumbuhan positif 6,4% dengan realisasi Rp 194,9 triliun atau 62,8% dari target. Secara total, pendapatan negara hingga Agustus 2025 mencapai Rp 1.638,7 triliun, turun 7,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Indef Proyeksikan Penerimaan Pajak Berpotensi Shortfall Hingga Rp 130 Triliun
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui bahwa perlambatan ekonomi menjadi faktor utama kontraksi penerimaan pajak.
Meski begitu, ia optimistis kinerja penerimaan akan membaik pada kuartal IV-2025 seiring mulai terasa dampak stimulus dan pelonggaran likuiditas di lapangan.
"Oktober, November, Desember harusnya pertumbuhan ekonomi lebih cepat," kata Purbaya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Senin (22/9/2025).
Purbaya menegaskan bahwa strategi pemerintah bukan menaikkan tarif pajak, melainkan mendorong aktivitas ekonomi agar basis penerimaan menguat secara alami.
"Saya naikin pendapatan bukan dengan menaikkan tarif, tapi mendorong ekonomi supaya pajak lebih besar. Kalau ekonominya tumbuh, bayar pajak juga terasa lebih ringan," ujarnya.
Selain mengandalkan pemulihan ekonomi, pemerintah juga menargetkan penagihan kepada 200 penunggak pajak terbesar yang sudah memiliki putusan hukum tetap (inkrah) dengan potensi penerimaan Rp 50 triliun sampai Rp 60 triliun.
Baca Juga: Setoran Pajak Ekonomi Digital Tembus Rp 40,02 Triliun Per Juli 2025
"Dalam waktu dekat ini akan kita tagih, dan mereka tidak bisa lari," tegas Purbaya.
Ia menambahkan, penegakan hukum akan diperkuat lewat kerja sama lintas lembaga, termasuk dengan Kejaksaan Agung, Polri, KPK, serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Pertukaran data dengan kementerian dan lembaga lain juga akan ditingkatkan untuk mempercepat proses penarikan pajak.
Di sisi lain, pemerintah juga berupaya memperbaiki sistem *Coretax* yang masih mengalami kendala teknis.
Baca Juga: Kemenkeu Perkirakan Penerimaan Pajak Kembali Shortfall Sebesar Rp 112,4 Triliun
Purbaya berjanji perbaikan dapat dilakukan dalam waktu satu bulan dengan dukungan tenaga ahli teknologi informasi dari luar.
Dengan kombinasi pemulihan ekonomi, penagihan piutang pajak besar, dan perbaikan sistem, pemerintah berharap penerimaan negara dapat kembali menguat pada akhir 2025.
Selanjutnya: Meski Tumbuh Melambat, Segmen Koporasi Mendominasi Porsi Kredit Perbankan
Menarik Dibaca: Peruri Bestari Festival Gaungkan Gaya Hidup Berkelanjutan ke Generasi Muda
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News