kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Penerimaan pajak lemah, ini kata Moody's


Selasa, 28 November 2017 / 18:05 WIB
Penerimaan pajak lemah, ini kata Moody's


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah masih berupaya agar penerimaan pajak tahun ini memenuhi target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sebesar Rp 1.283,57 triliun.

Menurut data yang diperoleh Kontan.co.id, penerimaan pajak tercatat telah terkumpul sebesar Rp 858,05 triliun atau 66,8% dari target APBNP 2017. Data ini adalah dari Januari hingga 30 Oktober 2017.

Soverign Analyst Moody's Investor Service Anushka Shah mengatakan, tidak melihat adanya risiko yang spesifik dari penerimaan pajak yang masih lemah. Namun, menurutnya Indonesia masih bisa meningkatkan lagi penerimaannya dengan reformasi pajak.

“Saya melihat tidak ada risiko dari itu. Namun, saya pikir Indonesia bisa meningkatkan pendapatan dari Produk Domestik Bruto (PDB)  dengan reformasi pajak,” katanya di Jakarta, Selasa (28/11).

Anushka memandang, meningkatkan pendapatan memang merupakan tantangan bagi Indonesia. Sebab, dalam hal pendapatan, Indonesia berada di bawah negara-negara lain yang memiliki rating Baa3 di mana menurut data Haver Analytics, Moody's Investors Service, pendapatan pemerintah pada 2016 hanya 13% dari PDB.

Tahun depan Moody's memperkirakan pertumbuhan penerimaan negara akan melambat dibandingkan tahun ini yang kemungkinan akan meningkat 11,6%. Kontribusinya terhadap PDB pun diyakini tidak berubah. Malah cenderung stagnan sampai 2019.

“Ada aturan fiskal yang membatasi beban utang, tapi penerimaan negara masih lemah, yang memberatkan keterjangkauan utang (debt affordabilty) secara keseluruhan,” jelasnya.

Ia pun mencatat, rasio pembayaran bunga utang dari pendapatan Indonesia sebesar 12% atau merupakan kelima tertinggi setelah India, Colombia, Bahama, dan Filipina.

Anushka melanjutkan, ada beberapa faktor pendorong agar rating Indonesia bisa naik. Salah satunya adalah progres dalam keberlanjutan mengurangi kerentanan eksternal, seperti melalui pengurangan ketergantungan pemerintah terhadap utang luar negeri.

Adapun akan dilihat kelanjutan pembuktian peningkatan efektivitas pemerintah dan kebijakannya, salah satunya dari keberagaman dan keberlangsungan penerimaan negara.

Sementara, untuk faktor yang bisa menurunkan rating sendiri menurutnya salah satunya adalah apabila Indonesia tidak banyak mencatatkan perubahan dalam performa penerimaan negaranya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×