Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan pajak sepanjang Januari hingga Februari 2021 sebesar Rp 144,93 triliun. Angka tersebut kontraksi 5,62% year on year (yoy), dari pencapaian periode sama tahun 2020 sebesar Rp 153,57 triliun.
Pencapaian penerimaan utama dalam dua bulan tersebut juga masih mencerminkan pemburukan, sebab realisasi pada Januari-Februari 2020 minus 4,56% secara tahunan. Dus, penerimaan pajak hingga akhir bulan lalu baru setara 11,79% dari target akhir tahun ini sejumlah Rp 1.229,58 triliun.
Berdasarkan data penerimaan pajak yang dihimpun Kontan.co.id tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan baik pajak penghasilan (PPh) migas maupun PPh nonmigas dalam posisi minus.
Untuk PPh nonmigas realisasinya sebesar Rp 139,89 triliun minus 4,79% yoy. Sejalan, PPh migas kontraksi 23,99% yoy dengan realisasi senilai Rp 5,05 triliun.
Baca Juga: Kemenkeu catat penerimaan PPN & PPnBM tumbuh positif pada Januari-Februari 2021
Dalam kesempatan yang berbeda, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, untuk mendongkrak penerimaan pajak, pihaknya akan tetap melanjutkan reformasi perpajakan antara lain bidang pelayanan organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak.
Selain itu, pemerintah juga berupaya memperluas dan memperdalam basis pajak digital. Sri Mulyani, mengatakan kesepakatan internasional dalam forum internasional the Inclusife Framework OECD dan G20 segera dibahas tahun ini.
“Agar perlakuan pajak bisa berjalan lebih adil. Pemberlakuan pajak digital juga akan mendatangkan banyak penerimaan bagi Indonesia. Hal ini mengingat besarnya populasi penduduk Indonesia,” kata Menkeu saat Konferensi Pers Economic Surbey of Indonesia 2021, Kamis (18/3).
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, mengatakan, mengatakan target penerimaan pajak 2021 yang tumbuh 14,92% dari realisasi tahun lalu memang cukup berat. Menurutnya untuk bisa mencapai 90% dari target sudah cukup optimal dengan situasi ekonomi dalam negeri yang masih sulih diprediksi.
Kendati demikian, Prianto menilai ada penerimaan pajak akan tersokong dari pemberian insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah belakangan ini, seperti diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil. Sebab, stimulus itu akan meningkatkan penjualan mobil.
Baca Juga: Penerimaan pajak terkontraksi 5,62% dalam dua bulan pertama 2021
Alhasil, meski ada potential lost atas PPnBM, tapi penerimaan dari PPN mobil bisa naik dua kali lipat apabila banyak mobil yang terjual. “Belum lagi tambahan dari PPh 22, kemudian tentu akan berpengaruh pada setoran massa-nya di PPh Pasal 25,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Kamis (18/3).
Selain itu, insentifikasi melalui periksaan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan di tahun pajak 2016 dan 2017 bisa digalakkan. Sebab masa kadaluarsa SPT Tahunan 2016 jatuh di tahun ini, dan 2017 tahun depan. SPT dari kedua tahun pajak tersebut dinilai akan digubris oleh wajib pajak, karena bila kadaluarsa akan ada denda.
“Bisa dikorek-korek dengan basis kewilayahan. Tapi memang harus berhati-hati dan butuh integritas, jangan sampai nanti wajib pajak nego, kemudian malah terjadi suap atau korupsi,” ujar dia.
Selanjutnya: Ini empat rekomendasi ADB untuk tingkatkan penerimaan pajak negara di Asia Tenggara
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News