Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rencana penerbitan Patriot Bond oleh BPI Danantara Indonesia senilai Rp 50 triliun dinilai berbeda dengan skema penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) oleh Kementerian Keuangan.
Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo menilai, penerbitan Patriot Bond ini tidak akan berdampak langsung terhadap imbal hasil (kupon) obligasi pemerintah yakni SBN, yang menjadi naik.
“Analogi sederhananya, anggap pasar obligasi seperti dua kolam yang berbeda,” kata Banjaran kepada KONTAN, Kamis (28/8/2025).
Kolam pertama, yakni kolam SBN, yang diisi oleh investor besar seperti bank, dana pensiun, dan investor ritel. Mereka membeli SBN karena dianggap paling aman.
Baca Juga: Peluncuran Patriot Bond Diprediksi Tak Memberatkan Biaya Utang Pemerintah
Kolam kedua, adalah kolam Patriot Bond. Banjaran menyebut, kebutuhan dana investasi untuk dikelola dan Danantara mengisi kolam ini dengan cara khusus, yaitu mengajak pengusaha-pengusaha terpilih untuk berinvestasi.
“Dana yang masuk ke kolam ini datang dari sumber yang berbeda dan tujuannya juga spesifik, yaitu membiayai proyek-proyek strategis,” ungkapnya.
Ia menyimpulkan bahwa target investor, pemanfaatan, dan skema pengelolaannya sudah berbeda. Sehingga menurutnya Patriot Bond tidak akan mempengaruhi langsung beban utang pemerintah. Selain itu, kupon Patriot Bond pun lebih rendah, karena bentuk kontribusi pengusaha, bukan murni karena pertimbangan keuntungan pasar.
Banjaran menilai, Patriot Bond menjadi instrumen strategis, karena pemerintah memiliki akses sumber pendanaan murah untuk membiayai proyek yang dapat meningkatkan reputasi pembangunan nasional di luar dari APBN.
Penerbitan Patriot Bond ini juga disebut bisa membantu pengembangan proyek-proyek strategis nasional dengan biaya murah.
Baca Juga: Ekonom Sebut Patriot Bond Jadi Magnet Dana Pengusaha Nasional di Luar Negeri
“Perlu diperhatikan juga, terkait keberhasilan penerbitan Patriot Bond ini investor tetap menilai underlying assets yang menjadi dasar penerbitan surat berharga tersebut serta rating ke depan,” terangnya.
Jika tergolong aman, Banjaran menyebut, terdapat ruang terbuka bagi investor untuk menempatkan dana di instrumen tersebut.
“Di sisi lain kita juga perlu memperhatikan default risk dari penerbitan surat berharga tersebut, jika mengandalkan APBN sebagai back up dan risiko gagal bayar meningkat tentunya menjadi perhatian kita bersama,” tandasnya.
Selanjutnya: BFI Finance (BFIN) Angkat Francis Lay Sioe Ho jadi Presiden Komisaris
Menarik Dibaca: Simak Warna Eksterior Rumah Feng Shui 2025 untuk Harmoni dan Keberuntungan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News