Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
JAKARTA. Seluruh pimpinan instansi penegak hukum di Indonesia menyepakati perlindungan terhadap whistleblower sebagai justice collaborator (pelapor pelaku) suatu tindak pidana.
Kesepakatan itu ditandai dengan penandatanganan pernyataan bersama yang dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung Harifin A. Tumpa, Kapolri Jendral Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqqodas dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai di Hotel Aryaduta, Selasa (19/7). Penandatangani ini disaksikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto dan Ketua Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Kuntoro Mangkusubroto.
Semendawai mengungkapkan, pernyataan bersama ini merupakan komitmen bersama institusi penegak hukum dalam memberikan perlindungan whistleblower. "Selain itu juga memikirkan bersama untuk justice collaborator yang bekerjasama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus kejahatan besar seperti teroris, pencucian uang dan pembalakan liar," katanya.
Semendawai berharap dengan adanya kesepakatan ini ke depan tidak terjadi kasus saling menyalahkan antara penegak hukum, kemudian sudah ada aturan jelas soal perlindungan seperti apa yang bakal diberikan.
Sementara itu, Sekretaris Satuan Tugas PMH Denny Indrayana mengatakan pihaknya bersama LPSK telah mendorong perlindungan terhadap whistleblower sebagai justice collaborator dalam rancangan revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. "Kesepakatan ini bisa mempercepat proses revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News