kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Penegak Hukum Diminta Optimalkan Asset Recovery dalam Penanganan Kasus Korupsi


Kamis, 13 Juli 2023 / 18:49 WIB
Penegak Hukum Diminta Optimalkan Asset Recovery dalam Penanganan Kasus Korupsi
ILUSTRASI. Pemulihan aset atau asset recovery perlu menjadi perhatian pada setiap penanganan kasus korupsi di Indonesia. Sebab, hal ini salah satunya berkaitan dengan pemulihan kerugian negara akibat terjadinya tindak pidana korupsi.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemulihan aset atau asset recovery perlu menjadi perhatian pada setiap penanganan kasus korupsi di Indonesia. Sebab, hal ini salah satunya berkaitan dengan pemulihan kerugian negara akibat terjadinya tindak pidana korupsi.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjelaskan, pengembalian hasil kejahatan atau tindak pidana tidak menghapuskan perkara pidananya. Menurutnya, jikapun berpengaruh hanya akan mengurangi besar tuntutan atau putusan hakim.

Fickar mengatakan, proses hukum penyidikan atau penuntutan tidak bisa dihentikan meskipun kerugian telah dikemvalikan. Sebab, yang menjadi objek proses hukum pidana adalah perbuatan seseorang dalam kasus korupsi yang perbuatannya sudah terjadi.

Fickar menyebut, pada perkara korupsi sudah ada alat bukti yg mendukung misalnya keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa sendiri.

"Jadi biarpun kerugian negaranya sudah dikembalikan, perbuatannya tetap harus dihukum," ujar Fickar saat dihubungi Kontan, Kamis (13/7).

Baca Juga: Surpres Sudah Masuk, DPR Diminta Segera Bahas RUU Perampasan Aset

Ia menyampaikan sejumlah hal yang perlu diperhatikan aparat penegak hukum dalam melakukan asset recovery kasus korupsi. Antara lain, APH mengeksekusi putusan putusan kasus korupsi yang sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) dengan menyita seluruh aset terpidana baik atas namanya maupun yang diatasnamakan orang lain.

Kemudian, aparat penegak hukum mengejar aset-aset yang dikuasai pihak lain dengan memanggil pihak-pihak yang disinyalir menguasai aset hasil korupsi.

Berikutnya, tuntuan-tuntutan terhadap para koruptor tidak cukup hanya menghukum penjara badan, tetapi juga menyita aset-aset yang dikuasai dan merampasnya untuk negara.

"Karena itu dibutuhkan pengesahan UU Perampasan Aset dengan segera, agar bisa membantu KPK dan Kejaksaan dalam menyita dan mengeksekusi aset aset hasil korupsi yang dikuasai oleh siapapun," jelas Fickar.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyatakan, Kejaksaan berkomitmen melakukan asset recovery terhadap semua kasus korupsi tanpa terkecuali. Baik dari harta kekayaan hasil tindak pidana korupsi, orang-orang yang terafiliasi dengan terpidana/terdakwa korupsi yang disinyalir menguasai aset hasil korupsi.

Termasuk menjadikan korporasi menjadi tersangka kasus korupsi dan menyita aset untuk memulihkan kerugian negara akibat kasus korupsi.

"Segala upaya yang terkait asset recovery kita lakukan," ujar Ketut ditemui di Kejagung, Kamis (13/7).

Senada, Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, sepanjaang semester I-2023, KPK telah menyetorkan Rp 154 miliar sebagai uang sitaan dan uang rampasan dari hasil korupsi yang dinikmati para koruptor.

KPK menyatakan akan terus mengoptimalkan asset recovery hasil korupsi untuk membuat jera para koruptor. "Koruptor ini kan paling takut dimiskinkan," ujar Ali.

Baca Juga: Kenapa DPR Belum Juga Membacakan Surpres RUU Perampasan Aset?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×