Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pengamat APBN dan Kepala Laboratorium Departemen Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Kun Haribowo, memperingatkan bahwa pendapatan negara hingga akhir 2025 berpotensi tidak mencapai target APBN.
Berdasarkan proyeksi hingga kuartal IV-2025, total penerimaan negara, baik pajak, kepabeanan dan cukai, maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diperkirakan mengalami kontraksi antara 14,35% hingga 23,46% (YoY).
Penurunan paling tajam diperkirakan terjadi pada kelompok pajak penghasilan (PPh) Migas serta pajak pertambahan nilai (PPN) Dalam Negeri, yang turun seiring perlambatan konsumsi rumah tangga dan aktivitas korporasi.
Baca Juga: Pendapatan Daerah Turun 10,86%, Pemerintah Dorong Digitalisasi Pajak
PNBP dari sektor sumber daya alam migas juga menunjukkan pelemahan.
"Yang menarik, pada tahun ini diperkirakan nilai restitusi pajak mengalami nilai peningkatan terbesar sejak pandemi Covid-19," ujar Kun dalam keterangannya, Selasa (4/11/2025).
Di sisi belanja, pemerintah telah memangkas anggaran Kementerian/Lembaga sebesar Rp 256,1 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) Rp 50,59 triliun, sehingga total belanja turun menjadi sekitar Rp 3.314,6 triliun, atau berkurang 8,47% dari APBN awal.
Langkah efisiensi ini dinilai penting untuk menjaga disiplin fiskal dan menahan pelebaran defisit.
Namun, kontraksi penerimaan yang bersifat struktural tetap menimbulkan risiko defisit fiskal melampaui batas 3% terhadap PDB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara.
"Langkah efisiensi di sisi pengeluaran terbukti penting, tetapi belum sepenuhnya menutup pelemahan penerimaan yang mendalam," katanya.
Menurutnya, pemerintah perlu strategi korektif lanjutan agar disiplin fiskal tetap terjaga tanpa mengorbankan momentum pertumbuhan ekonomi.
Dalam pembiayaan, pemerintah masih mengandalkan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen utama untuk menutup kebutuhan APBN.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Tunda Pembentukan Badan Penerimaan Negara
Namun, Kun menegaskan bahwa penerbitan SBN tidak menyelesaikan masalah defisit karena hanya berfungsi menutup selisih antara pendapatan dan belanja yang sudah tercatat.
Menurutnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menghadapi ujian berat di tahun pertamanya menjabat, yakni dengan menjaga defisit di bawah 3% PDB di tengah tekanan penerimaan yang besar, efisiensi belanja, dan target pertumbuhan ekonomi yang ambisius.
"Keberhasilan Menkeu baru dalam menavigasi keseimbangan ini akan menjadi tolak ukur utama kredibilitas fiskal pemerintah dan arah kebijakan ekonomi ke depan," imbuhnya.
Kun menekankan pentingnya keseimbangan antara kehati-hatian fiskal dan keberanian mengambil kebijakan ekspansif yang selektif agar pelebaran defisit tetap terkendali.
Baca Juga: Ekonom Soroti Risiko Moral Hazard di Balik Kenaikan Target Pendapatan Negara di 2026
Ia menekankan, konsistensi menjaga defisit di bawah batas konstitusional bukan hanya kewajiban hukum, tapi juga fondasi utama bagi kepercayaan pasar dan masyarakat terhadap stabilitas ekonomi.
Dengan langkah realistis dan terukur, Indonesia diyakini masih dapat mempertahankan kredibilitas fiskal serta keberlanjutan pembangunan di tengah ketidakpastian global yang tinggi.
Selanjutnya: Prabowo Minta AHY dan Menhub Buat Perencanaan Jalur Kereta di Luar Jawa
Menarik Dibaca: Strategi Investasi Deposito Minim Risiko di myBCA untuk Pemula
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













