Reporter: Siti Masitoh | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, memperkirakan transaksi e-commerce di Indonesia berdasarkan nilai penjualan bruto atau Gross Merchandise Value (GMV) hanya akan mencapai US$ 100 miliar hingga akhir 2025. Angka ini lebih rendah dari prediksi awal, meski lebih tinggi dibandingkan capaian 2024 yang mencapai US$ 92 miliar.
“Prediksi di 2025 US$ 125 miliar berdasarkan analisis Google, Temasek, Bain and Company, tapi kayaknya sulit tercapai angka itu. Paling US$ 100 miliar hingga akhir 2025,” ujar Heru kepada Kontan, Minggu (10/8/2025).
Menurut Heru, potensi belanja online tahun ini masih ada, namun transaksinya tidak akan mencapai target karena kondisi konsumsi masyarakat sedang tidak baik. Ia melihat ada ancaman penurunan daya beli, sementara harga dan ongkos kirim juga meningkat.
Baca Juga: Pelapak Akui Keberatan Ada Tambahan Biaya Proses Pesanan di Shopee Rp 1.250/Transaksi
“Sehingga harus ada upaya mengdongkrak agar meningkat, sebab kalau tidak ada stagnan. Harapannya US$ 125 miliar, tapi harusnya US$ 100 miliar tercapai. Kalau tidak tercapai juga, ini adalah dalam ekosistem belanja online kita yang harus dibenahi,” ungkapnya.
Heru menambahkan, permasalahan infrastruktur digital yang belum merata dan kecepatan internet yang masih rendah turut menjadi hambatan. Selain itu, beban pajak dan kewajiban lain yang ditanggung pembeli maupun penjual membuat bisnis digital kurang bergairah.
Ia juga menilai, belum ada upaya strategis dari pemerintah untuk memajukan ekonomi digital Indonesia. Menurutnya, pemerintah masih sebatas menghitung angka statistik tanpa terlihat adanya percepatan langkah strategis.
Baca Juga: Kemendag Tegaskan Usaha Mikro Perlu Perlakuan Khusus pada Biaya Pemrosesan E-Commerce
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut pertumbuhan konsumsi naik dari 4,87% year on year (yoy) pada kuartal I 2025 menjadi 4,97% yoy pada kuartal II 2025, di tengah isu konsumsi melemah. Kondisi ini dipengaruhi perubahan metode belanja dari langsung menjadi belanja online, yang sebelumnya tidak masuk perhitungan BPS.
Meski demikian, Heru menilai peningkatan konsumsi tersebut masih tipis, akibat kenaikan harga, tambahan biaya layanan penggunaan aplikasi, serta kenaikan biaya logistik.
Baca Juga: idEA Proyeksikan Transaksi E-Commerce Naik 15%-20% Saat Lebaran 2025
Selanjutnya: Payment ID Berpotensi Memperkuat Pengawasan Shadow Banking
Menarik Dibaca: 9 Rekomendasi Jus yang Bagus Diminum saat Diet untuk Menurunkan Berat Badan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News