kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Pemerintah perlu jelaskan dasar asumsi makro target pertumbuhan penerimaan di 2020


Senin, 22 April 2019 / 21:16 WIB
Pemerintah perlu jelaskan dasar asumsi makro target pertumbuhan penerimaan di 2020


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom menilai proyeksi pertumbuhan penerimaan negara 2020 sebesar 10% - 13,5%  masih realistis.  Kendati demikian, pemerintah diminta menjelaskan asumsi makro apa yang menjadi dasar target pertumbuhan penerimaan negara tersebut. 

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah mengatakan, target pertumbuhan penerimaan negara tersebut bisa saja tercapai, bahkan bisa lebih besar dari yang diperkirakan.

Namun, dia mengatakan proyeksi tersebut masih menunggu penjelasan pemerintah, khususnya asumsi makro yang menjadi dasar target tersebut. “Yang penting bukan targetnya, tapi asumsi-asumsi yang mendasari target itu,” ujar Pieter kepada Kontan.co.id, Senin (22/4).

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penerimaan negara yang diperkirakan tumbuh di tahun depan tersebut tergantung atas berbagai asumsi makro seperti nilai kurs dan asumsi harga minyak yang akan mengalami perbedaan dengan tahun ini.

Menurut Menkeu, pemerintah sudah membuat beberapa poin estimasi terkait asumsi makro di 2020, tetapi poin-poin estimasi tersebut belum bisa disampaikan pada publik lantaran perlu disampaikan pada DPR terlebih dahulu.

Menurut Pieter, penjelasan tersebut memang harus ditunggu. “Penjelasannya yang perlu ditunggu. Itu yang menjelaskan target tersebut realistis atau tidak,” kata Pieter.

Lebih lanjut ia menuturkan, pemerintah harus dapat menjelaskan secara komprehensif kebijakan apa saja yang akan diambil. Pasalnya, pertumbuhan penerimaan sebesar 10% hingga 13,5% pasti didominasi oleh penerimaan pajak. Karenanya, perlu digali lebih lanjut bagaimana upaya pemerintah atau program apa yang akan ditetapkan pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak.

“Apakah dengan mengejar-mengejar perusahaan wajib pajak. Apakah justru dengan kebijakan yang lebih lunak misalnya dengan menurunkan tarif dan memberikan kelonggaran. Kedua kebijakan ini sama-sama bisa meningkatkan penerimaan pajak, tetapi dengan konsekuensi yang berbeda,” terang Pieter.

Dia menambahkan, bila langkah yang ditetapkan pemerintah adalah mengejar korporasi wajib pajak melalui berbagai regulasi yang diperketat, maka hal ini bisa menyebabkan iklim investasi yang menurun dan berujung pada pertumbuhan ekonomi yang melambat. Sementara, perlambatan pertumbuhan ekonomi justru bisa mengakibatkan target penerimaan tidak tercapai. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×