Reporter: Nurmayanti | Editor: Test Test
JAKARTA. Rencana pemerintah membolehkan penggunaan pukat hela atawa pukat harimau alias trawl, di Nunukan, Kalimantan Timur, kembali tertunda. Sebab, hingga kini Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) belum menerima pernyataan resmi kesiapan pemerintah daerah (Pemda) Kalimantan Timur soal penggunaan trawl itu.
Menurut Direktur Jenderal dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan DKP Aji Sularso, dasar keputusan pemerintah membolehkan trawl sepenuhnya ada di Pemda. "Kita masih tunggu keputusan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim)," ujar Aji, Selasa (9/9).
Menurut Aji, saat ini DKP bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim sedang mendata jumlah pukat harimau yang ada. Jika pendataan beres, maka langkah berikutnya menyosialisasikan kebijakan ini kepada masyarakat. Namun, Aji mengaku tidak dapat menjelaskan waktu pasti pelaksanaan kebijakan ini lebih lanjut.
Sayang, belum ada informasi baru dari Pemda Kalimantan Timur. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan, Provinsi Kaltim, Khaerani Saleh, masih belum bisa dihubungi. Akhir Juni lalu, Khaerani belum mau menyatakan sikap dan meminta perpanjangan waktu ke DKP.
Khaerani menegaskan, alasan permintaan perpanjangan waktu itu lantaran dinas kekurangan data-data soal berapa banyak kapal yang ingin menggunakan jaring trawl tersebut. "Selain itu, masih terjadi pro dan kontra di antara para nelayan maupun Pemprov Kaltim,” katanya.
Catatan saja, pukat harimau adalah metode menangkap ikan dengan cara menggunakan beberapa perahu atau kapal dengan jaring yang sangat lebar, panjang dan dalam, sehingga area tangkapan ikan pun lebih luas.Indonesia sebenarnya juga sudah melarang penggunaan pukat harimau sejak tahun 1980, lewat Keppres 39/1980. Meski ada larangan, toh kenyataan di lapangan masih banyak kapal nelayan modern yang menggaruk ikan di laut Indonesia menggunakan pukat harimau ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News