Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi perhatian utama dalam revisi aturan Daftar Negatif Investasi (DNI). Pemerintah berjanji akan memberikan perlindungan maksimal bagi UMKM direvisi DNI agar bisa bersaing dengan produk asing.
Menteri Keuangan yang juga merangkap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Chatib Basri bilang, saat ini usulan revisi DNI sudah meluncur ke Kementrian Perekonomian (Kemenko) melalui Badan Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (PEPI).
Kalau tidak ada aral melintang revisi DNI akan dilakukan dalam rapat koordinasi di kantor Menko Perekonomian pada pekan ini. Jadwalnya rapat akan digelar 5 Juli 2013.
Chatib bilang, pihaknya meminta industri kategori UMKM bisa mendapatkan kemudahan dan insentif. Sementara industri yang sudah modern tidak akan mendapatkan perlindungan pemerintah. "Satu hal yang diminta BKPM adalah melindungi UMKM," ujarnya, akhir pekan lalu.
Selain perlindungan UMKM, Chatib bilang dalam BKPM juga mengusulkan agar investasi yang masuk ke luar Pulau Jawa harus memberikan dampak terhadap perkembangan UMKM di wilayah setempat. BKPM juga sudah mengusulkan standar investasi yang bisa mendapat insentif dan kemudahan investasi.
Deputi Bidang Industri dan Perdagangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawadi membenarkan akan menggelar rakor DNI pada pekan ini. Tapi baik Chatib maupun Edy masih enggan memerinci apa bentuk perubahan DNI.
Edy mengakui draf usulan DNI sudah dia terima oleh Kantor Menko. Usulan tersbut berasal dari semua instansi.
Pembahasan DNI ini menjadi satu paket rencana pemerintah menyederhanakan proses investasi. Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Radjasa sebelumnya mengatakan, saat ini pemerintah tengah membahas mengenai upaya pemangkasan proses birokrasi bagi pengusaha yang akan berinvestasi.
Selama ini proses perizinan usaha di Indonesia sangat rumit dan panjang. Untuk sekali proses izin usaha, diperlukan lebih dari 30 surat izin dari berbagai instansi terkait. Bahkan Bank Dunia mencatat untuk memulai usaha di Indonesia membutuhkan waktu minimal 47 hari. Lalu ongkosnya juga dianggap masih mahal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News