kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah kaji insentif iuran BPJS Ketenagakerjaan demi tangkal efek corona


Jumat, 13 Maret 2020 / 06:20 WIB
Pemerintah kaji insentif iuran BPJS Ketenagakerjaan demi tangkal efek corona


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah bakal membebaskan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sebagai salah satu paket stimulus kedua guna meredam dampak virus corona terhadap ekonomi dalam negeri.

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan rencana ini masih dalam tahap pembahasan. Ada dua skenario insentif BPJS Ketenagakerjaan antara lain pembebasan atau penundaan pembayaran iuran.

Baca Juga: PHRI sebut potensi kerugian sektor hotel dan restoran US$ 1,5 miliar karena corona

“BPJS Ketenagakerjaan mengusulkan adanya pembebasan atau penundaan iuran beberapa program seperti jaminan kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian,” kata Susiwijono di kantornya, Kamis (12/3).

Adapun besaran iuran BPJS Ketenagakerjaan berkisar antara 0,24%-5,7% dari total upah yang diterima pekerja.

Ekonom Institute for Development of Ekonomics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan bahwa pemerintah harus benar-benar mengkaji efektifitas dan efisiensi dari stimulus BPJS Ketenagakerjaan tersebut.

Sebab, bila dibandingkan dengan rencana pembebasan atau penundaan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, nilai iuran BPJS Ketenagakerjaan lebih tinggi. Dus, keseimbangan fiskal benar-benar perlu diperhatikan.

Enny menerka mau tidak mau pembiayaan lewat surat utang perlu ditambah. Di sisi lain yield surat utang dalam negeri saat ini relatif lebih tinggi ketimbang negara lain. Sehingga bunga utang dan nilai utang pemerintah makin banyak.

Indef memprediksi dengan sereteng relaksasi pemerintah untuk menghadapi dampak virus corona terhadap perekonomian akan membuat penerimaan negara semakin kecil di tahun ini bahkan sampai 2022.

“Relaksasi memang dibutuhkan ketika ekonomi lesu, tapi konsekuensinya defisit ABPN tahun ini akan lebih lebar dari tahun lalu, sebab penerimaan dalam tren turun apalagi banyak relaksasi juga,” kata Enny kepada Kontan.co.id, Kamis (12/3).

Baca Juga: Tangkis dampak corona, pemerintah siapkan Rp 1 triliun buat pengangguran

Enny menambahkan bila pemerintah benar-benar menggelontorkan stimulus BPJS Kesehatan harus dipastikan produktivitas penerimannya semakin baik. Jangan sampai insentif dikucurkan tetapi tidak ada timbal balik. “Karena pengalaman 2019 berbagai relaksasi hanya menciptakan shortfall penerimaa tapi produktufitas tidak ada,” kata Enny

Sementara itu, selain pembebasan atau penundaan iuran BPJS Ketenagakerjaan, dalam paket stimulus jilid kedua juga bakal memberikan insentif bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Baca Juga: PHRI: Stimulus pariwisata dari pemerintah sudah tepat tapi belum berdampak

Kendati begitu, Susiwijono menjelaskan terlebih dahulu pemerintah bakal mengkaji stimulus tersebut dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam waktu dekat. Ini dalam rangka kebijakan relaksasi kredit UMKM.

“Misalnya saja untuk merelaksasi non performing loan (NPL) atau kredit macetnya. Dulu waktu bencana alam di Palu ada Peraturan OJK (POJK) yang mengatur relaksasi kredit UMKM,” kata Susiwijono.

Setali tiga uang, UMKM dapat menunda pembayaran kreditnya selama enam bulan atau sanksi keterlambatan kredit bisa dihilangkan.

Baca Juga: Menaker: Ruang dialog RUU Ciptaker masih terbuka lebar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×