CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.386.000   -14.000   -1,00%
  • USD/IDR 16.295
  • IDX 7.288   47,89   0,66%
  • KOMPAS100 1.141   4,85   0,43%
  • LQ45 920   4,23   0,46%
  • ISSI 218   1,27   0,58%
  • IDX30 460   1,81   0,40%
  • IDXHIDIV20 553   3,30   0,60%
  • IDX80 128   0,57   0,44%
  • IDXV30 130   1,52   1,18%
  • IDXQ30 155   0,78   0,50%

Pemerintah Diminta Evaluasi PSN di Pulau Rempang


Minggu, 17 September 2023 / 22:09 WIB
Pemerintah Diminta Evaluasi PSN di Pulau Rempang
ILUSTRASI. Polisi lengkap dengan peralatan anti huru hara menjaga aksi unjuk rasa warga Pulau Rempang di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023). Aksi yang menolak rencana pemerintah merelokasi mereka tersebut berakhir ricuh. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/Spt.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koalisi masyarakat sipil meminta pemerintah mengevaluasi proyek strategis nasional (PSN) di Pulau Rempang, Batam Kepulauan Riau.

Kepala Divisi Kampanye Anti Industri Ekstraktif, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Puspa Dewy menyoroti, adanya proyek strategis nasional (PSN) di Pulau Rempang, namun menimbulkan konflik, kekerasan fisik dan traumatis bagi warga terdampak. Menurut Dewy, hal yang tidak pernah dipikirkan negara adalah dampak panjang suatu PSN.

Misalnya ketika pemerintah menggunakan pendekatan kekerasan. Yakni ketika mengerahkan aparat keamanan untuk melakukan penyelesaian lahan yang berdampak pada traumatik warga anak – anak dan perempuan.

“Apakah ini strategis bagi rakyat? Kalau strategis bagi rakyat ngga konflik dong harusnya,” ujar Dewy dalam konferensi pers, Minggu (17/9).

Baca Juga: Arahan Presiden Buka Komunikasi dengan Warga Rempang, Kejari Batam Siap Menjembatani

Dewy memaparkan, kecenderungan pemerintah yang menggunakan aparat keamanan berdampak pada ketakutan anak pergi ke sekolah, serta membatasi hak masyarakat untuk melakukan aktivitas sehari – hari dan melakukan pekerjaan seperti biasanya karena hadirnya aparat dengan persenjataan lengkap.

“Ini harus segera dievaluasi, dihentikan,” ucap Dewy.

Staf Advokasi dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Edy Kurniawan mengatakan, berdasarkan UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) menyebutkan bahwa pengusiran atan pemindahan penduduk secara paksa apalagi disertai dengan pengurangan/pembatasan hak dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan layanan publik merupakan kategori pelanggaran HAM yang berat. Yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan.

“Mendesak Komnas HAM berdasarkan kewenangannya dalam Undang-Undang (UU) HAM untuk melakukan penyelidikan serius atas dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus Rempang,” ucap Edy.

Sebagai informasi, sembilan koalisi masyarakat sipil memaparkan adanya temuan atas peristiwa kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM di Pulau Rempang.

Di antaranya, kehadiran aparat membangun rasa ketakutan warga Rempang, timbulkan korban dari kalangan anak, perempuan, dan lansia.

Baca Juga: Komnas HAM Menerjunkan Tim Investigasi ke Pulau Rempang

Lalu, gas air mata berefek bagi korban, terganggunya rutinitas masyarakat Pulau Rempang, pengusiran masyarakat berdalih relokasi terhadap masyarakat 16 kampung.

Atas temuan tersebut, koalisi masyarakat sipil meminta Presiden Jokowi untuk segera menghentikan proyek eco-city dan mencabut status Proyek Strategis Nasional di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.

Lalu, mendesak Kepolisian dan TNI untuk menghentikan penggunaan kekuatan, khususnya gas air mata secara berlebihan untuk menangani konflik di masyarakat.

Aparat gabungan juga harus segera menarik pasukan dan membubarkan seluruh posko yang saat ini ada di Pulau Rempang yang berimplikasi pada terbangunnya iklim ketakutan dan ketidaknyamanan di tengah-tengah masyarakat.

Baca Juga: Soal Konflik Pertanahan di Pulau Rempang, Ini Penjelasan Menteri ATR/BPN

Polri dan TNI juga harus berhenti mengerahkan aparat menuju Pulau Rempang, khususnya untuk melakukan sosialisasi.

Selain itu, pemerintah harus hadir melakukan pemulihan bagi para korban dan umumnya pada situasi yang belakangan terjadi. Harus dipastikan bahwa seluruh korban mendapatkan pemulihan yang layak dan efektif baik secara fisik maupun psikologis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×