kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah buka opsi perubahan hunian berimbang


Rabu, 22 Juni 2016 / 18:53 WIB
Pemerintah buka opsi perubahan hunian berimbang


Reporter: Agus Triyono | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pemerintah melalui Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membuka opsi perubahan rasio hunian berimbang. Opsi perubahan tersebut dibuka seiring banyaknya keberatan dari para pengembang terkait kewajiban tersebut.

“Mungkin nanti tinggal komposisi pembangunannya yang dibahas, apakah rasio pembangunan rumah mewah, rumah menengah dan rumah sederhana 1:2:3 tetap dipertahankan atau diubah. Tapi pada prinsipnya tetap harus ada pembangunan rumah murah kalau pengembang membangun rumah mewah,” kata Syarif Burhanuddin, Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR dalam sebuah pernyataan, Rabu (22/6).

Pemerintah melalui PP No. 14 Tahun 2016 yang terbit pada 27 Mei 2016, mewajibkan pengembang untuk mewujudkan konsep perumahan dengan hunian berimbang. Dalam Pasal 21 ayat 2 PP tersebut, pengusaha perumahan berskala besar wajib melaksanakan pembangunan hunian berimbang di dalam satu hamparan.

Dalam ayat 4 Pasak 21 PP tersebut dinyatakan, apabila pengembang tidak menerapkan konsep hunian berimbang dalam satu hamparan, mereka harus membangun rumah umum pengganti di dalam satu kabupaten/ kota tempat mereka membangun perumahan. Atau untuk DKI Jakarta, mereka harus membangun di wilayah dalam satu provinsi dengan DKI Jakarta. Bila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan, pemerintah akan memberi sanksi.

Namun, belum juga dilaksanakan, kewajiban tersebut sudah mendapat tentangan dari pengembang. Real Estate Indonesia (REI) menyatakan keberatan dengan kewajiban hunian berimbang yang ditetapkan pemerintah dalam PP tersebut.

Eddy Hussy, Ketua Umum DPP REI mengatakan, kewajiban hunian berimbang yang diberikan pemerintah kepada pengembang dalam PP tersebut susah dilaksanakan. Salah satu poin yang dirasakan susah dilaksanakan, kewajiban pengembang bila mereka tidak membangun rumah umum di satu hamparan dengan pembangunan perumahan yang mereka lakukan.

Kesulitan pelaksanaan salah satunya disebabkan oleh pembatasan area pembangunan hunian berimbang yang ditetapkan pemerintah. "Ini terkait harga, di kabupaten tertentu, ada harga yang sangat tinggi, susah mencapai harga yang dipatok PUPR. Di Jakarta susah juga," katanya.

Syarif mengatakan, pemerintah akan mendengarkan keluhan tersebut. Untuk itulah, dalam pembahasan aturan pelaksana PP yang baru saja diterbitkan tersebut pihaknya akan menggandeng pengembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×