Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamis (29/7) lalu, pemerintah resmi memberikan dukungan kredit modal kerja kepada korporasi dengan rentang pinjaman sekitar Rp 10 miliar sampai Rp 1 triliun. Stimulus dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (PEN) ini akan berlangsung di tahun ini sampai akhir tahun depan dengan estimasi modal yang terealisasi sebesar Rp 100 triliun.
Secara payung hukum skema penjaminan pemerintah tersebut sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 98/PMK.08/2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah Untuk Pelaku Usaha Korporasi Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk Dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Beleid ini telah berlaku per tanggal 28 Juli 2020.
Baca Juga: Dua perusahaan ini akan segera listing, intip penggunaan dana hasil IPO
Adapun PMK 98/2020 mengatur tentang pelaksanaan penjaminan, dukungan penjaminan, pengelolaan anggaran penjaminan, penyelesaian piutang pemerintah atas pembayaran klaim penjaminan, hingga evaluasi dari kebijakan penjaminan kredit modal kerja korporasi.
Selain itu, beleid PMK 98/2020 ini mengatur juga tentang pembagian tugas antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII)
Pasal 6 ayat 1 menyebutkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menugaskan LPEI untuk memberikan penjaminan pemerintah. Penjaminan dilakukan LPEI bersama dengan PT PII terhadap kondisi kriteria pelaku usaha tidak dapat dijamin LPEI sendiri atau kapasitas penjaminan LPEI sudah mendekati batas maksimal.
Baca Juga: Saham-saham perbankan ini bisa jadi pilihan setelah ada jaminan kredit korporasi
Dalam program penjaminan ini, pemerintah memberikan penjaminan atas seluruh kewajiban finansial atas seluruh pinjaman modal kerja meliputi tunggakan pokok pinjaman serta bunga yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman.
Pinjaman yang mendapatkan penjaminan adalah pinjaman modal kerja baru atau pinjaman modal kerja dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Adapun kriteria korporasi yang mendapatkan penjaminan adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan yang menghasilkan devisa, menghemat devisa dalam negeri, meningkatkan kapasitas produksi nasional, atau memiliki karyawan minimal 300 orang.
Sementara itu, PMK 98/2020 juga menyebutkan LPEI berhak mendapatkan imbal jasa penjaminan (IJP) sebesar 100% untuk pelaku usaha dengan plafon pinjaman antara Rp 10 miliar hingga Rp 300 miliar. Untuk pelaku usaha dengan plafon pinjaman sebesar Rp 300 miliar hingga Rp 1 triliun, 50% dibayar oleh pemerintah sedangkan sisanya dibayar oleh pelaku usaha sendiri.
IJP dihitung dengan formula tarif IJP dikalikan dengan plafon pinjaman. Besaran tarif IJP ditetapkan oleh Menteri Keuangan melalui surat dan bisa disesuaikan oleh Menteri Keuangan setiap tiga bulan.
Sebagai catatan, tarif IJP ditentukan dan disesuaikan berdasarkan keputusan kebijakan penjaminan, laporan keuangan LPEI, kemampuan pemerintah mengalokasikan IJP, dan data proyeksi kredit macet (nonperforming loan/NPL), besar proses penjaminan, batasan loss limit, dan jangka waktu pinjaman.
Baca Juga: Dapat stimulus kredit modal kerja (KMK), ini tanggapan sejumlah emiten
Di sisi lain, secara umum, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risoko Kemenkeu Luky Alfirman mengatakan pemerimntah memastikan stimulus kredit modal kerja kepada korporasi tidak akan menimbulkan moral hazard. Alasannya, porsi penjaminan tidak hanya ditanggung oleh pemerintah.
Adapun kebijakan ini mengatur untuk pinjaman modal kerja korporasi pemerintah menjamin 60% dari kredit, sedangakan bank 40%. Kemudian, untuk kredit modal kerja sektor prioritas dijamin pemerintah 80% dan 20% oleh bank penyalur. “Sehingga pihak bank pun akan hati-hati,” kata Luky kepada Kontan.co.id, Kamis (30/7).
Selain itu, Luky memaparkan syarat lainnya adalah debitur berstatus lancar per tanggal 29 Feruari 2020. Tujuannya sebagai jangka waktu patokan untuk membuktikan bahwa kredit yang diajukan debitur memang karena akibat pandemi. Dus, debitur-bank tidak bisa serta merta menyisipkan pinjaman karena masalah yang terjadi sebelum Covid-19.
Dengan demikian, tidak ada kesempatan bagi bank dan debitur untuk memasukan kredit modal kerjanya yang bermasalah dalam prrogam ini. “Jadi hanya debitur yang terdampak Covid-19 yang akan mendapatkan fasilitas penjaminan,” jelas Luky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News