kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah berencana membentuk forum pengawasan bank terpadu


Minggu, 29 November 2020 / 17:13 WIB
Pemerintah berencana membentuk forum pengawasan bank terpadu
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah di salah satu bank di BSD Tangerang Selatan./Pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/24/06/2020.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi virus corona telah berdampak terhadap ekonomi dalam negeri, tak ingin meleber hingga terjadi krisis keuangan, pemerintah mengagas solusi baru untuk bank bermasalah. Alhasil, pemerintah berencana membentuk Forum Pengawasan Bank Terpadu yang sebelumnya belum diatur oleh Undang-Undang (UU).  

Forum ini merupakan wadah untuk menyelaraskan, menyinergikan, dan menyinkronkan pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam mengantisipasi secara lebih dini dan terkoordinasi. 

Ketentuan terkait Forum Pengawasan Bank Terpadu tersebut diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Sektor Keuangan atau RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan.

Dari draf RUU Omnibus Law Sektor Keuangan yang didapat Kontan.co.id, Forum Pengawasan Bank Terpadu terdiri dari empat anggota. Pertama, anggota Dewan Komisioner OJK, yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, yang ditunjuk oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, sebagai koordinator merangkap anggota.

Kedua, salah satu anggota Dewan Gubernur BI yang ditunjuk oleh Gubernur BI sebagai anggota. Ketiga, salah satu anggota Dewan Komisioner LPS yang ditunjuk oleh Ketua Dewan Komisioner LPS, sebagai anggota. Keempat, sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebagai anggota. 

Baca Juga: Bagaimana prospek ekonomi Indonesia ke depan di tengah kenaikan kasus covid-19?

Setiap anggota Forum Pengawasan Bank Terpadu bertindak untuk dan atas nama lembaga yang diwakilinya. Namun, khusus sekretaris KSSK, tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan forum.

Forum menyelenggarakan rapat berkala satu kali setiap bulan dan sewaktu-waktu jika diperlukan. Lanjut, koordinasi antarlembaga tersebut diperkuat dengan pembangunan dan pengembangan sistem data dan informasi sektor keuangan terintegrasi, sebagai single source of truth di sektor keuangan. 

“Forum berwenang memperoleh data dan informasi dari OJK, BI, dan LPS yang diperlukan untuk bahan rapat dan pengambilan keputusahn. Forum berwenang mengakses dan/atau menggunakan sistem dan data informasi terintegrasi. Forum berwenang memanggil dan meminta keterangan pihak lain terkait dengan kondisi bank,” sebagaimana Pasal 5 RUU Omnibus Law Sektor Keuangan. 

Sistem yang didapat dari data dan informasi OJK, BI, dan LPS itu memungkinkan seluruh lembaga memiliki data dan informasi yang terkoordinasi untuk menghasilkan keputusan yang konsisten dan dapat diandalkan di sektor keuangan. Sehingga diharapkan akan menciptakan jaring pengaman sistem keuangan yang lebih kuat, efektif, dan kredibel. 

Nah dengan integrasi data tersebut, selanjutnya OJK mengatur dan menetapkan status pengawasan bank antara lain bank dalam pengawasan normal, bank dalam penyehatan, dan bank dalam resolusi. Status pengawasan bank ditetapkan oleh OJK berdasarkan rekomendasi Forum Pengawasan Bank Terpadu. 

Peranan LPS terhadap permasalah bank baik terkait likuiditas maupun solvabilitas pun diperkuat. Untuk masalah likuiditas dapat dilakukan dengan perpanjangan waktu pemberian PLJP/PLJPS dan adanya instrument baru dengan early involvement LPS selaku otoritas resolusi berupa penempatan dana LPS pada bank.

Sementara, untuk masalah solvabilitas. LPS diberikan penguatan dalam menjalankan tugas dan fungsinya lebih komprehensif sebagai otoritas resolusi yang semula hanya memiliki mandat loss minimizer menjadi risk minimizer.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan penting untuk sektor keuangan punya landasar hukum yang kuat. Melalui RUU tersebut, Purbaya yakin Indonesia dapat mengantisipasi risiko krisis keuangan di massa mendatang.

Menurut Purbaya, penguatan LPS merupakan cara yang tepat dalam mengatasi potensi terjadinya krisis keuangan. Sehingga, otoritas dapat melakukan penangan tehadap bank yang berpenyakit lebih efektif dan efisien. “Sebab, LPS yang tau dan bertanggung jawab seberapa besar kekuatan uang di bank cukup atau tidak,” kata Purbaya kepada Kontan, Kamis (26/11).

Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai di era digital saat ini, tentu sangat memungkinkan bagi para otoritas di sektor keuangan untuk melakukan pertukasan data internal.

Sehingga diharapkan dengan integrasi data tidak ada lagi, selang data yang akhirnya malah memperlama eksekusi penyakit di sektor keuangan. Integrasi data bisa menjadi jurus mempercepat eksekusi masalah lukiditas dan solvabilitas perbankan.

Namun, integrasi data lintas lembaga harus dibarengi dengan forum koordinasi BI, OJK, LPS, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang lebih rutin, sehingga bisa memetakan masalah sektor keuangan lebih dini. “Selama itu assestment-nya beda-beda sehingga sulit mensinkronisasikannya. Jadi data yang terintegrasi mempercepat eksekusi, tapi terpenting bisa memitigasi” kata Josua kepada Kontan, Jumat (27/11).  

Selanjutnya: BI prediksi inflasi di November sentuh 1,57% secara tahunan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×