Reporter: Martina Prianti |
JAKARTA. Pemerintah menerbitkan aturan baru berupa pembebasan punggutan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan jasa kebandarudaraan.
Aturan baru itu dalam bentuk, peraturan pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2009 bertajuk Perlakukan PPN Atas Penyerahan Jasa Kebandarudaraan Tertentu Kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Untuk Pengoperasian Pesawat Udara Yang Melakukan Penerbangan Luar Negeri.
Lewat PP yang diterbitkan 24 Maret 22009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan dari pengenaan PPN atas penyerahan jasa kebandaraudaraan tertentu kepada perusahaan angkutan udara niaga untuk pengoperasian pesawat udara yang melakukan penerbangan luar negeri.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan Hery Bekti mengatakan, tujuan pemerintah menerbitkan aturan baru itu dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia di kancah industri jasa penerbangan. "Selain karena daya saing, juga untuk memberikan kemudahan dan kepastian perlakuan perpajakan terhadaop perusahaan angkutan udara niaga yang mengoperasikan pesawat udara untuk penerbangan luar negeri," ujar Hery kepada KONTAN, Rabu (8/4).
Hery melanjutkan, alasan lain pemerintah menerbitkan kebijakan pembebasan PPN atas penyerahan jasa kebandarudaraan lantaran terkait dengan komitmen perjanjian internasional mengenai pelayanan jasa transaportasi udara. Yakni, memberikan insentif serupa bagi angkutan udara niaga asing.
PP 28/2009 menyebutkan, pemerintah menetapkan dua aturan main dalam pemberian insentif pembebasan PPN. Pertama menurut Ayat 2 Pasal 1 PP 28/009, insentif PPN untuk pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga nasional yang melakukan angkutan udara luar negeri harus memenuhi syarat tidak mengangkut penumpang, kargo dan atau pos dari satu bandar udara ke bandar udara lain di Indonesia.
Kedua, untuk pesawat udara yang dioperasikan oleh perusahaan angkutan udara niaga harus memenuhi syarat. Yakni, tidak mengangkut penumpang, kargo dan atau pos dari satu bandar udara ke bandar udara lainnya di wilayah Indonesia. Kemudian, negara tempat kedudukan wajib pajak yang mengoperasikan pesawat udara tersebut juga memberikan perlakuan sama terhadap pesawat udara niaga nasional sesuai dengan asas timbal balik (reciprocal).
Lebih lanjut, berdasarkan dua syarat diatas maka setidaknya ada lima jasa kebandarudaraan yang dibebaskan dari PPN. Pertama, pelayanan jasa penerbangan. Kedua, pelayanan jasa pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat udara atau PJP4U.
Ketiga, jasa konter. Keempat, pelayanan jasa garbarata (aviobridge), dan kelima pelayanan jasa bongkar muat penumpang, kargo, dan atau pos.
Hery menjelaskan, pemerintah berharap dengan terbitnya kebijakan pembebasan PPN terhadap jasa kebandarudaraan maka kedepan industri penerbangan luar negeri dapat semakin berkembang. "Selama ini kita belum punya aturan main meskipun sejumlah negara sudah menerapkan pemberian insentif ini sejak beberapa tahun lalu," sambungnya.
Sementara itu pelaksaan teknisnya, menurut Ayat 4 Pasal 1 PP 28/2009, untuk bisa mendapatkan insentif tersebut tidak perlu mengantongi surat keterangan bebas PPN.
Kemudian, pajak masukan yang dibayar oleh penyelenggara bandar udara untuk perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak berkenaan dengan penyerahan jasa kebandarudaraan yang dibebabskan dari pengenaan PPN tidak dapat dikreditkan alias di tagih kembali. Adapun yang dimaksud penyelenggara bandar udara adalah pengusaha yang melakukan usaha di bidang kebandarudaraan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News