Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
Walau demikian, Bawono mengatakan adanya skenario tersebut justru memiliki relevansi dengan perkembangan terkini. Pertama, ini selaras dengan tren reformasi pajak di berbagai negara.
Trennya ialah pemerintah lebih banyak memberikan dukungan fiskal khususnya di saat pandemi bagi korporasi serta mendesain skema insentif pajak untuk ancang-ancang meningkatkan daya saing pasca pandemi.
“Namun umumnya tidak melalui skema penurunan tarif PPh badan. Dalam konteks Indonesia, berbagai relaksasi dan insentif sebenarnya juga sudah tersedia, mulai dari insentif pajak dunia usaha dalam program PEN, dorongan bagi sektor properti dan otomotif, hingga adanya skema supertax deduction, tax holiday, dan sebagainya,” ucap Bawono kepada Kontan.co.id, Rabu (6/10).
Kedua, sebagai antisipasi adanya rencana global minimum tax yang rencananya akan disepakati secara global pada Oktober ini. Ini sebagaimana rencana OECD dengan dukungan G20 yang membuat proposal tarif pajak efektif secara minimum yang akan berlaku secara global.
“Hal ini juga akan membuat besaran tarif PPh badan tidak terlalu relevan dalam perebutan investasi secara internasional,” ucap Bawono.
Selanjutnya: Usaha mikro dengan omzet di bawah Rp 500 juta dapat insentif pembebasan PPh final
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News