Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan untuk PPh dalam PMSE akan jauh lebih menantang. Karena otoritas pajak berhadapan dengan kesepahaman yang dianut secara internasional yaitu penentuan badan usaha tetap (BUT) berbasis kehadiran fisik dan alokasi laba yang belum mencerminkan fair share tax.
Menurut Bawono, langkah Indonesia membuat unilateral measure melalui konsep significant economic presence sejatinya sudah ada dalam usulan konsensus global terkait pajak digital utamanya pada pilar 1 mengenai perubahan nexus.
Baca Juga: Ditjen Pajak disarankan lebih hati-hati menarik pajak digital, ini alasannya
Jika konsensus tersebut tidak tercapai maka konsep BUT akan tetap seperti yang tertuang pada mayoritas P3B yaitu kehadiran secara fisik. “Dalam skenario tersebut kemudian Indonesia bisa menggunakan pajak transaksi elektronik yang merujuk pada skema yang dijalankan India dan Inggris,” kata Bawono kepada Kontan.co.id, Senin (27/4).
Langkah Indonesia sebenarnya sejalan dengan konsensus global. Bawono menjelaskan seandainya konsensus tercapai, maka Indonesia otomatis memperoleh hak pemajakan karena dijamin melalui perubahan P3B secara simultan.
Sedangkan jika tidak berhasil maka otomatis P3B tidak berubah sehingga benturan tersebut bisa mendorong Indonesia untuk mengenakan PTE.
Baca Juga: Ditjen Pajak coba tiga jurus tambah penerimaan 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News