Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan membentuk Satgas Transformasi Digital yang akan bertugas melindungi ekonomi domestik. Satgas tersebut akan melihat dengan ekonomi digital yang besar di Indonesia, seberapa besar berdampak kepada ekonomi domestik. Pasalnya dengan potensi ekonomi digital di Indonesia harus bisa menguntungkan para pemain lokal atau ekonomi domestik.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, untuk membuat kue ekonomi digital mayoritas diisi pemain lokal perlu ada lima fokus yang dilakukan pemerintah.
Bhima mengatakan, pertama harus ada aturan mengenai COI (Country of Origin) barang yang diperjualbelikan di e-commerce terutama cross border. Pasalnya, selama ini banyak platform mengaku memberi kesempatan pada UMKM tapi sebatas jadi reseller barang impor, bukan sebagai produsen.
"Jadi ada data jelas berapa porsi impornya," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (17/9).
Baca Juga: Wamendag Jerry Harapkan Peningkatan Kerjasama Indonesia-Korea Selatan
Kedua, pemerintah juga perlu melakukan integrasi seluruh data e-commerce dengan bea cukai dan perizinan impor di Kementerian Perdagangan. Selama ini, Bhima menilai soal data masih jadi masalah sehingga kebijakan tidak dapat terintegrasi antar kementerian/lembaga.
"Kalau data sudah sinkron, barang masuk pelabuhan bisa dideteksi untuk masuk green line atau red line, sebelum dijual ke platform," imbuhnya.
Ketiga, pemerintah perlu membuat aturan mengenai pemisahan antara sosial media dan e-commerce. Hal ini dilakukan sebagai langkah pengawasan yang lebih mudah. Pasalnya dengan penggabungan dua aktivitas yakni sosial media dan e-commerce akan berpotensi menimbulkan monopoli pasar.
"Iya (bisa berpotensi monopoli), karena ada algoritma yang disatukan antara sosial media dan e-commerce. Pengguna sosial medianya akan diarahkan ke e-commerce karena platform sosial media sudah memiliki database pengguna. Kedua, soal potensi perusahaan terafiliasi bisa mendapat preferensi khusus hingga promo diskon yang akhirnya tidak untungkan UMKM," jelasnya.
Keempat, pengaturan tentang diskon, promosi yang mengarah pada predatory pricing harus dirinci dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Kelima, pemberlakuan hambatan non-tarif seperti SNI, sertifikat halal, dan berbagai hambatan lain untuk membatasi produk impor di e-commerce," jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan, Satgas Transformasi Digital akan memiliki dua fokus tugas. Adapun dua fokus Satgas Transformasi Digital ialah untuk digital government dan digital ekonomi.
Baca Juga: Menko Airlangga Sebut Indonesia Punya 3 Modal Besar untuk Jadi Negara Maju
"Nah digital ekonomi itu, saya (Kementerian Koperasi dan UKM), Kementerian Perindustrian, Kementerian Investasi/BKPM, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Komunikasi dan Informatika," kata Teten ditemui di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Kamis (14/9).
Satgas tersebut akan melihat dengan ekonomi digital yang besar di Indonesia, sebesar besar berdampak kepada ekonomi domestik. Menurutnya dengan potensi ekonomi digital di Indonesia harus bisa menguntungkan para pemain lokal atau ekonomi domestik.
Saat ini, Teten mengatakan 56% e-commerce di Indonesia dikuasai oleh asing. Padahal dengan infrastruktur internet yang dibangun pemerintah saat ini, harusnya peran domestik lebih bisa merajai di pasar negeri sendiri.
Hal tersebut kata Teten berbeda dari bagaimana ekonomi digital Indonesia di sektor keuangan, sudah dikuasai oleh domestik hingga 96%. Menurutnya, Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) telah mengatur dengan benar.
Oleh karenanya, Satgas Transformasi Digital khususnya lini Digital Ekonomi akan melihat lebih jauh apa yang menjadi penyebab dan bagaimana upaya mengatasinya.
"Di e-commerce kenapa 56% dikuasai asing. Nah berarti kita harus lihat kenapa apa saja masalahnya. Apakah memang di kebijakan investasi. Di kebijakan perdagangan, termasuk juga tadi apakah transformasi digitalnya tuh lebih di hilir, atau di hulu. Kita akan kaji semua itu," jelasnya.
Adapun hasil rekomendasi dari satgas nantinya, Teten mengatakan bisa dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), atau mungkin setiap kementerian mengeluar Keputusan Menteri (Kepmen).
"Seperti di sektor keuangan di digital finance itu kan hanya perlu kebijakan BI, kebijakan kementerian keuangan doang cukup. Jadi tidak perlu lagi dibikin itu, itu artinya benchmark," kata Teten.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News