Reporter: Riendy Astria | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemerintah mengancam menutup usaha PTT Exploration and Production (PTTEP) Australasia di Indonesia jika tidak membayar ganti rugi akibat kebocoran minyak di Laut Timor hingga September nanti. Ketua Tim Penanggulangan Pencemaran Laut Timor Freddy Numberi yang juga menteri perhubungan menuding PTTEP Australia selalu menunda-nunda pembayaran ganti rugi tersebut.
Menurut Freddy, PTTEP Australia berjanji membayar ganti rugi pada Juni lalu. Namun, dia bilang hingga sekarang mereka selalu menunda-nunda penandatangan MoU ganti rugi tersebut.
"Mereka selalu minta mundur terus, kami sudah tidak bisa bernegosiasi, kalau pada September ini mereka tidak menandatangani MoU ganti rugi tersebut, kami akan tutup perusahaannya yang ada di Indonesia," kata Freddy usai rapat di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kepada KONTAN, Rabu (7/9).
Freddy menegaskan, keputusan itu sudah final. Dia mengatakan, pada 3 September lalu, pihaknya sudah membicarakan hal ini, dan selanjutnya akan menentukan jadwal pertemuan dengan PTTEP.
Sebagaimana diketahui pada 21 Agustus 2009 ladang minyak Montara meledak dan minyak mentah yang diproduksinya tumpah dan menimbulkan pencemaran perairan Indonesia di Laut Timor. Tumpahan minyak ini telah mengakibatkan kerugian mempengaruhi kehidupan lingkungan dan sosial pada 14 Desa di Pulau Rote (Kabupaten Rote Ndau) dan 8 Desa Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kupang. Estimasi tumpahan 400 barel/hari (64 ton/hari), sumber AMSA dengan luas tumpahan minyak 28.663,10 km2, sumber LAPAN & BRKP, KKP.
Pemerintah mengajukan klaim ganti rugi kepada PTTEP Australasia sebesar Rp 23,271 triliun. Di samping mengajukan klaim atas total kerugian, pemerintah telah mengajukan klaim untuk dana corporate social responsibility sekitar US$ 5 Juta yang akan digunakan untuk pendidikan anak-anak nelayan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News