Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah serius memperkuat lembaga pajak. Penguatan dilakukan untuk mengejar target tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 600 triliun dalam APBN-P 2015.
Penguatan itu pun tengah dibicarakan oleh sejumlah menteri seperti Menteri Keuangan, Menteri Perekonomian dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan posisi Ditjen Pajak akan tetap berada di bawah Kementerian Keuangan. "Namun nanti Dirjen pajak memiliki beberapa kekhususan yang berbeda dengan eselon 1," katanya, Rabu lalu. Tanpa mengatakan kekhususan yang dimaksud, Bambang bilang, aturan masih akan dibahas lebih lanjut oleh tim Menkeu dan Menpan.
Dalam koordinasi dengan Menkeu dan Menpan, Menteri Perekonomian, Sofyan Djalil menjelaskan bahwa pemerintah ingin melakukan reformasi total di kelembagaan khususnya memperkuat wewenang Dirjen Pajak sesuai undang-undang yang ada.
Ia mengatakan karena tujuan pemerintah yang ingin meningkatkan penerimaan pajak, Dirjen Pajak diberi kewenangan lebih fleksibel dengan bermacam penguatan yang diberikan. "Hal ini dibicarakan karena penerimaan negara paling besar dari pendapatan pajak," tandas Sofyan.
Sofyan bilang penguatan lembaga pajak dan wewenang dirjen pajak juga dilakukan dengan tambahan pegawai yang lebih banyak. Ia melihat pegawai pajak di kantor DJP sangat terbatas untuk menangani wajib pajak. "Bayangkan 1 orang petugas pajak menangani sampai 6.000 wajib pajak, ini sangat kekurangan. Nanti juga termasuk reward dan punishment" kata Sofyan Djalil.
Dengan koordinasi ini akan lebih mempercepat proses untuk Dirjen Pajak mengemban tugas dalam hal penerimaan. Ki Agus Badaruddin, Sekretaris Jenderal Menteri Keuangan menegaskan akan ada kerjasama dengan penegak hukum seperti Polri, Kejaksaan Agung, KPK dalam hal membantu petugas pajak dalam kinerjanya.
Selain itu untuk mendapat data-data dari perbankan diharapkan diturunkan wewenangnya ke Dirjen Pajak. "Tetap patuh, tetap izin namun bagaimana lebih cepat dapat datanya," ujar Ki Agus Badaruddin.
Lebih lanjut Ki Agus menyatakan, koordinasi harus lah dibantu dengan fleksibilitas Dirjen Pajak. Fleksibilitas ini terkait SDM dan anggaran, dimana Dirjen diberi wewenang sesuai kebutuhannya dan adanya pengaturan anggaran yang lebih baik untuk membangun kantor pajak.
Yustinus Prastowo, Pengamat perpajakan Center Indonesia for Taxation Analysis (CITA) menilai penguatan lembaga DJP sudah sangat mendesak. Ide penguatan ini harus ditempatkan dalam konteks transisi yang mana pemisahan tetap jd kondisi ideal. "Kini DJP bisa bekerja lebih baik sambil pemerintah melakukan persiapan," katanya kepada KONTAN, Kamis (25/12).
Prastowo mengatakan bahwa penguatan lembaga DJP memang tidak dapat cepat karena ada dua kendala yakni yuridis dan teknis. "Memisahkan DJP perlu payung hukum UU dan ini makan waktu (yuridis), dan perlu persiapan teknis yg cukup berat," tandas Prastowo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News