kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemberian insentif terhadap pengurangan emisi karbon jadi tren global


Selasa, 12 Maret 2019 / 20:16 WIB
Pemberian insentif terhadap pengurangan emisi karbon jadi tren global


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menyusun perubahan skema Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor. Perubahan skema ini bertujuan untuk mendorong produksi dan ekspor industri otomotif khususnya kendaraan beremisi rendah. Pemberian insentif pada setiap upaya pengurangan emisi karbon saaat ini dipandang menjadi tren global.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, rencana pemerintah yang berupaya mengurangi emisi karbon dengan memberikan insentif patut diapresiasi. Apalagi, pemberian insentif terhadap setiap upaya pengurangan emisi karbon pun sudah menjadi tren global.

Yustinus mengatakan, terdapat berbagai alternatif skema insentif yang disesuaikan dengan konteks tiap negara, tantangan fiskal, dan ketersediaan regulasi. Dimana masing-masing insentif tersebut memiliki kelemahan dan kekuangan.

"Pada prinsipnya insentif yang ada harus dapat mendorong industri yang ramah lingkungan dan menjadi disinsentif bagi industri atau praktik yang menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan," ujar Yustinus kepada Kontan.co.id. Selasa (12/3).

Instrumen yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi karbon yang ditimbulkan kendaraan bermotor adalah cukai atas kendaraan bermotor atau PPnBM. Tetapi Yustinus berpendapat, penerapan cukai lebih tepat untuk dilakukan.

"Cukai atas kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi karbon lebih sesuai dengan teori, mudah diadministrasikan, dan tepat sasaran, dibanding pemberian insentif berupa pengenaan PPnBM lebih rendah terhadap kendaraan dengan emisi karbon rendah atau ramah lingkungan," terang Yustinus.

Keduanya menurut UU membutuhkan effort, yaitu untuk cukai ekstensifikasi dilakukan dengan menyampaikan ke DPR untuk meminta persetujuan penambahan objek cukai, dan untuk PPnBM memang lebih mudah dengan merevisi pengelompokan barang dan dilakukan dengan konsultasi ke DPR.

Yustinus menjelaskan, cukai adalah pigouvian tax atau pajak untuk mengurangi eksternalitas negatif. Cukai adalah instrumen yang tepat karena karakteristik objek cukai antara lain konsumsinya harus dibatasi dikendalikan dan memiliki dampak negatif.

Pengenaan cukai atas emisi karbon juga disebt double dividend karena dapat mendatangkan tambahan penerimaan negara dan mendorong kelestarian lingkungan.

Berbeda dengan cukai, instrumen PPnBM justru bertujuan mengatur konsumsi atas barang yang bersifat mewah demi memenuhi rasa keadilan masyarakat. Pengelompokan barang-barang yang dikenai PPnBM didasarkan pada tingkat kemampuan golongan masyarakat yang mempergunakan barang tersebut, di samping didasarkan pada nilai gunanya bagi masyarakat pada umumnya.

Lebih lanjut Yustinus menjelaskan, PPnBM juga dapat dijadikan instrumen insentif fiskal walau berpotensi tidak sesuai dengan karakteristik dan skema PPnBM. "Hal ini misalnya terhadap kendaraan yang harganya mahal namun berteknologi tinggi dan rendah emisi. Satu-satunya klausul yang dapat digunakan adalah nilai guna bagi masyarakat," ujar Yustinus.

Dengan begitu, nilai guna semakin tinggi , maka PPnBM semakin rendah, dan begitu pun sebaliknya. Ada kesulitan lain yang dihadapi yakni administrasi karena pengenaan PPnBM yang hanya dapat dilakukan sekali yaitu saat tingkat impor atau penjualan dari pabrik. Tingkat emisi yang berbeda menuntut tarif yang berbeda-beda akan menimbulkan kerumitan tersendiri.

PPnBM pun memiliki keterbatasan karena basis pengenaannya adalah harga barang dan bukan tingkat emisi. "Sebaliknya, cukai dapat dikenakan secara periodik, atau sekurang-kurangnya saat kewajiban menguji emisi dilakukan sehingga lebih menjamin pencapaian tujuan mengendalikan lingkungan," tambahnya.

Yustinus tak menampik kedua instrumen tersebut membutuhkan usaha lebih dimana cukai ekstensifikasi dilakukan dengan menyampaikan ke DPR untuk meminta persetujuan penambahan objek cukai sementara PPnBM perlu dilakukan revisi pengelompokan barang dan dilakukan dengan konsultasi ke DPR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×