Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan suku bunga dan fluktuasi nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini turut mengerek belanja pemerintah untuk pembayaran bunga utang. Hingga November, realisasi pembayaran bunga utang pemerintah mencapai Rp 251,1 triliun atau tumbuh 19,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp 210,5 triliun.
Realisasi pembayaran bunga utang tersebut telah melampaui 105,2% dari pagu APBN 2018, yaitu sebesar Rp 238,6 triliun. Dalam paparannya, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani, menunjukkan outlook pembayaran bunga utang pemerintah di akhir tahun mencapai Rp 249,4 triliun. Namun, ia mengatakan, proyeksi tersebut terakhir dibuat berdasarkan laporan akhir semester pertama 2018.
Memasuki semester kedua, pergerakan kurs rupiah jauh lebih volatile, begitu juga dengan suku bunga acuan yang terus naik diikuti dengan imbal hasil (yield) surat utang negara (SUN) acuan bertenor 10 tahun yang sempat mencapai 8,8%.
Lantas, Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan, realisasi pembayaran bunga utang pemerintah per November lalu itu baru memenuhi 97% dari outlook terkini pemerintah untuk akhir tahun. Artinya, menurut hitungan Kontan.co.id, pemerintah menargetkan realisasi belanja pemerintah untuk pembayaran bunga utang sampai akhir 2018 sekitar Rp 258,87 triliun.
Dalam Proyeksi Ekonomi Indonesia 2019, Indef menggarisbawahi persoalan pembiayaan utang sebagai salah satu tantangan fiskal di tahun 2019. Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mencatat, peningkatan bunga imbal hasil dari obligasi negara sepanjang 2018 sudah meningkat lebih dari 7%. "Diperlukan upaya pendalaman pasar dalam negeri agar ketergantungan pada pihak asing tidak tinggi sehingga suku bunga dapat lebih dikendalikan," kata dia.
Indef mengimbau, kewajiban pemerintah membayar cicilan maupun bunga utang akan kian mempersempit ruang fiskal ke depan. Pasalnya, kemampuan pendapatan negara dari perpajakan masih lebih rendah dari pinjaman yang dilakukan.
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah bersama dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus berupaya memperdalam pasar keuangan. "Di antaranya dengan meningkatkan porsi pembiayaan yang berasal dari dalam negeri dan ritel," kata Sri Mulyani, Kamis (6/12) lalu.
Namun, ia mengakui masih terdapat tantangan, yakni mempertebal basis investor dalam negeri di pasar modal. Lantas, serapan piutang pemerintah di dalam negeri pun masih jauh lebih kecil ketimbang asing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News