kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pembahasan revisi PP penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik masih berlanjut


Jumat, 01 Februari 2019 / 19:06 WIB
Pembahasan revisi PP penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik masih berlanjut


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman mengadakan pertemuan antara pihak pemerintah terkait pembahasan revisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan, hasil dari pertemuan itu ada dua hal yang perlu diperhatikan pemerintah. Terkait, kekhawatiran data yang dimiliki negara diakses ke luar.

"Ini repot karena cenderung orang menaruh datanya di luar karena data center efisien di luar. Maka itu setelah dibicarakan tadi sebetulnya pemerintah ingin membuka agar data center bisa masuk ke kita," jelas dia saat ditemui di kantornya, Jumat (1/2).

Ia juga menghimbau kepada pemerintah untuk segera menentukan klasifikasi dari data tersebut. Adapun saat ini ada tiga klasifikasi yang akan terdapat di PP ini yakni data strategis, tinggi dan rendah.

"Yang tidak boleh (dibawa ke luar negeri) ini adalah data strategis," tegas dia. Tapi lebih lanjut, keterangan dari masing-masing akan ditentukan lebih lanjut. Bahkan soal ini, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden sebagai aturan turunan dari revisi PP ini.

Hal itu dilakukan agar tidak terjadi cross border dari masing-masing data tersebut. Kemudian Perpres ini juga akan membahas detail soal strategis keuangan yang memiliki macam-macam data.

"Misal agregasi profil sehari-hari transaksikan apakah itu merugikan kita secara ekonomi atau tidak itu akan kami cek dalam Perpres. Apa saja yang boleh, karena hampir semua negara boleh," jelas Alamsyah.

Jika, lanjut dia, tidak ada klasifikasi ini bisa mengakibatkan investor yang ingin membangun ekosistem data center ini merasa tidak memungkinkan karena ada hambatan regulasi. Tak hanya itu, Ombudsman juga akan berkoordinasi dengan Menko Perekonomian untuk memitigasi resiko atas PP ini.

Sebab, diketahui banyak pihak yang akan pro kontra dengan beleid ini. "Misalnya, apakah data center (dari luar) akan masuk kita (perusahaan lokal) akan mati? Kita harus bikin mitigasi," tutur dia.

Adapun berdasarkan data dari Mastel Indonesia berpeluang merugi hingga Rp 85,2 triliun jika revisi PP ini diberlakukan. Maka itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) perlu membangun satu komponen ekosistem data center yang baik.

"Pokoknya saat ini perlu klasifikasi jelas soal data strategis itu apa? Ini lebih seru karena definisi strategis belum tahu detilnya seperti apa itu. Hampir semua negara ternyata bahas detil itu," tutup Alamsyah.

Ombudsman menyadari jika, PP ini bukan lah hanya soal ekonomi data tapi tapi juga politik. Maka itu peran dari Kemenko Politik Hukum dan HAM berperan besar. Sebab sejatinya Kominfo hanyalah mengatur substansinya saja sementara Menko Polhukam yang mengatur setelah itu.

Sementara itu, Kominfo bersikukuh akan tetap melanjutkan proses sudah dalam tahap akhir. Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani mengatakan, saat ini Indonesia perlu adanya aturan baru terkait hal ini khususnya, untuk transaksi elektronik. "Perilaku masyarakat hampir semuanya melakukan transaksi elektronik tapi saat ini belum ada aturannya. Ini penting sekali," katanya.

Makanya ia menilai, perlu adanya dasar hukum untuk ini semua. Bahkan dalam perubahan ini baik dari Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan sudah setuju soal ini. Sebab sejatinya, keduanya memiliki peraturan khusus soal keuangan mulai dari mitra pengelolaan dan keleluasaan data itu tergantung kesepakatan dengan tiap-tiap negara.

Semuel mengatakan, proses revisi ini saat ini hampir tahap final. "Sedang disusun kembali karena Kementerian Sekretariat Negara mengembalikan draft RPP ini pada 21 Januari 2019 lalu," jelas dia.

Adapun penyusunan kembali masih berlangsung dengan menampung amaukan dari berbagai pihak. Salah satunya yakni, terkait kategori perusahaan yang wajib mendaftarkan sistem elektronik ini yakni, Pertama, harus memiliki layanan yang bersifat ekonomis baik kepada perusahaan aplikasi ataupun portal.

"Misalnya, ada orang yang d Amerika terus membeli barang di Indonesia dia perlu mendaftarkan datanya karena ntuk dikenakan PPN, bayangkan berapa banyak kerugian pajak yang tidak bisa kita tangkap dari sini," katanya. Kedua, pengusaha mengelola data pribadi. Untuk hal ini, Semuel bilang, di UU ITE ini sudah mengatur data pribadi meskipun, belum detail tapi sudah ada amanatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×