kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.894   36,00   0,23%
  • IDX 7.206   65,50   0,92%
  • KOMPAS100 1.108   12,68   1,16%
  • LQ45 879   12,89   1,49%
  • ISSI 221   1,21   0,55%
  • IDX30 449   6,81   1,54%
  • IDXHIDIV20 541   6,16   1,15%
  • IDX80 127   1,52   1,20%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,88   1,28%

Pemangkasan Suku Bunga Dikhawatirkan Picu Gejolak Nilai Tukar Rupiah


Minggu, 03 November 2024 / 18:01 WIB
Pemangkasan Suku Bunga Dikhawatirkan Picu Gejolak Nilai Tukar Rupiah
ILUSTRASI. Suku Bunga The Fed diproyeksikan akan terus turun hingga akhir tahun ini. Jika Bi Rate ikut turun bisa memicu gejolak nilai tukar rupiah. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Suku Bunga The Fed diproyeksikan masih akan terus turun hingga akhir tahun 2024. Meski begitu jika Bank Indonesia turut memangkas suku bunga dikhawatirkan akan memicu gejolak nilai tukar rupiah. 

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengkhatirkan jika BI turut memangkas suku bunga akan berakibat pada gejolak nilai tukar rupiah. Ia menilai situasi Indonesia saat ini unik. Maka tidak serta merta dapat turunkan suku bunga (BI Repo rate), saat the Fed menurunkan suku bunga. 

"Ini karena stabilitas Rupiah yg kita alami saat ini sangat artifisial, ditopang oleh dana masuk akibat SBN dan SRBI dan investor paham betul situasi ini," jelas Wijayanto kepada Kontan, Minggu (3/11).

Baca Juga: Likuiditas Mengetat, DPK Bank Bermodal Kecil Tumbuh Mini di Kuartal III-2024

Menurutnya jika suku bunga ikut diturunkan, dikhawatirkan nilai tukar Rupiah akan bergejolak, Padahal tahun depan Indonesia harus refinancing utang Rp 800 triliun, dan  membayar bunga sekitar Rp 500 triliun. Wijayanto mengatakan stabilitas rupiah saat ini sangat penting  untuk menjaga investor confidence. Hal itu guna memastikan refinancing utang tahun depan aman dan lancar.

Wijayanto mengatakan risiko terbesar tahun depan adalah gagal melakukan refinancing utang. Jika hal itu terjadi dapat menyebabkan tsunami fiskal. 

"Ini perlu mendapatkan perhatian otoritas fiskal dan moneter kita," ujarnya. 

Melihat situasi saat ini ada pelemahan daya beli, ancaman PHK hingga fluktuasi valuta, jika menurunkan suku bunga kemungkinan akan bantu memperkuat daya beli dan pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, penurunan bunga juga dapat menurunkan daya tarik Indonesia untuk mengundang dana asing.

Wijayanto mencermati semua dampak harus diukur. Suku bunga tetap harus dijaga agar kompetitif. Daya beli harus dikawal dengan berbagai program, BLT menggantikan subsidi energi dan perpanjangan pelaksanaan PPNDP misalnya. 

"Memang situasinya sulit, kalau tidak mau disebut runyam," ucapnya. 

Wijayanto juga memproyeksi APBN masih relevan, suku bunga SBN dikisaran 7% di pasar primer. Sementara BI repo rate tidak bergeser banyak kendatipun Fed rate diturunkan.

Baca Juga: Geopolitik Global Jadi Tantangan Laju Rupiah

Selanjutnya: Menilik Kinerja Emiten Asuransi pada Kuartal III-2024

Menarik Dibaca: BMKG Deteksi Bibit Badai Siklon Tropis 90W, Cuaca Hujan Lebat di Provinsi Berikut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×