Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Dengan dikeluarkannya aturan ini, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perindustrian Johnny Darmawan menilai, pemerintah sudah memberikan kesempatan bagi pelaku usaha untuk membangun dan mengoperasikan industri kendaraan listrik secara mandiri.
Meski begitu, untuk bisa berinvestasi di industri tersebut, Johnny mengatakan pihaknya masih membutuhkan aturan turunan dari Perpres 55/2019.
Baca Juga: Ini 10 mobil terlaris di Indonesia periode Oktober 2019
"Perpres 55 belum sepenuhnya memberikan kepastian karena dibutuhkan peraturan turunannya. Karena itu, pelaku usaha masih bersifat menunggu aturan turunan dan insentif yang dibutuhkan," tutur Johnny, Rabu (27/11).
Karena itu, Johnny berharap, Kementerian Teknis segera menerbitkan regulasi pendukung sebagai turunan dari Perpres 55/2019. Menurutnya, kebijakan tersebut harus berdasarkan aspek kajian pada semua proses industri mulai dari input, output dan proses pabrikasi.
Johnny menambahkan, Indonesia memiliki kekayaan material atau sumber daya alam yang berguna sebagai komponen utama mobil listrik yakni baterai lithium. Ini memungkinkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam rantai kendaraan listrik global. Apalagi, menurutnya komponen biaya terbesar dalam kenderaan listrik berada pada baterai.
Supaya Indonesia bisa berperan sebagai produsen kendaraan, baik motor listrik maupun mobil listrik, Johnny memandang dibutuhkan sinergi antara pemerintah dan industri.
Lebih lanjut Johnny menjelaskan, untuk bisa menjadi produsen utama otomotif di Asia Tenggara, masih ada sejumlah tantangan yang dihadapi. Misalnya, Indonesia yang masih di bawah Thailand dalam hal jumlah produksi kendaraan.
Baca Juga: Investasi Hyundai Motor akan serap sebanyak 3.500 tenaga kerja
Berdasarkan data ASEAN Automotive Federation tahun 2018, Indonesia berada di posisi 2 sebagai penghasil kendaraan terbanyak dengan produksi 1,3 juta unit. Sementara, tahun lalu Thailand bisa menghasilkan 2,1 juta unit.
Indonesia baru mengekspor 26% dan 74% dipasarkan di dalam negeri. Angka ini berbeda jauh dengan Thailand, dimana mereka mengekspor kendaraan hingga 53% dari yang diproduksi.
"Indonesia masih memiliki kesempatan untuk meningkatkan daya saing untuk bisa bersaing dengan Thailand," tutur Johnny.
Baca Juga: PLN luncurkan pusat pengelola informasi dan solusi demi tingkatkan pengawasan
Menurut Johnny, majunya industri kendaraan Thailand didukung kebijakan mereka yang berpihak pada industri seperti memberikan berbagai insentif.
Dia menyebut, sejauh ini pemerintah Thailand sudah memberikan insentif seperti mengurangi bea masuk impor barang modal dan komponen, memberikan dukungan pada kegiatan riset dan memberikan insentif pajak penghasilan minimal tiga tahun dan insentif perpajakan berdasarkan lokasi pabrik.
Menyambut era mobil listrik, pemerintah Thailand juga memberikan insentif baru yakni pembebasan pajak 6 hingga 10 tahun bila perusahaan yang memproduksi kendaraan listrik bisa menghasilkan komponen utama. Lalu, mesin yang diperlukan untuk memproduksi semua jenis kendaraan listrik dibebaskan dari tarif impor.
Baca Juga: Elon Musk menyebut Cybertruck raih 250.000 pesanan dalam lima hari
Menurut Johnny, Indonesia pun perlu mengeluarkan kebijakan seperti Thailand sebagai implementasi Perpres 55/2019 agar daya saing industri kendaraan di dalam negeri lebih berdaya saing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News