kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45912,11   2,80   0.31%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku usaha manufaktur tertekan lemahnya permintaan barang dalam dan luar negeri


Senin, 03 Februari 2020 / 18:29 WIB
Pelaku usaha manufaktur tertekan lemahnya permintaan barang dalam dan luar negeri
ILUSTRASI. Kontraksi pada aktivitas manufaktur di dalam negeri terus berlanjut hingga awal tahun 2020.


Reporter: Grace Olivia | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kontraksi pada aktivitas manufaktur di dalam negeri terus berlanjut hingga awal tahun 2020. Para pengusaha menilai, berbagai sentimen negatif perekonomian menyebabkan laju permintaan di dalam dan luar negeri terus melemah.

Ketua Bidang Industri Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan mengatakan, lemahnya permintaan membuat aktivitas produksi industri manufaktur makin menurun. Gempuran sentimen global seperti perang dagang, perlambatan ekonomi global, dan Brexit terus bergulir sejak tahun lalu.

“Sekarang ada sentimen virus corona yang sudah mendunia juga. Proyeksi PMI manufaktur di dua sampai tiga bulan ke depan kemungkinan masih akan turun karena China sebagai sentra pasar terbesar terdampak corona,” tutur Johnnya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (3/2).

Baca Juga: BPS: Produksi industri manufaktur kuartal IV-2019 tumbuh 3,62%

Faktor lainnya, lanjut Johnny, ialah permasalahan daya saing manufaktur Indonesia. Kontraksi pada manufaktur Indonesia yang konsisten sejak tahun lalu menunjukkan bahwa industri manufaktur semakin sulit untuk mengejar persaingan dengan negara-negara lain seperti Vietnam, Kamboja, Thailand, dan lainnya.

“Bisnis riil manufaktur banyak yang menurun menjadi lemah, salah satunya karena barang-barang hasil porduksi tidak bisa diekspor dan tidak bisa bersaing. Selama situasi ini belum diperbaiki, maka akan sulit menciptakan ekspansi,” ungkap Johnny.

Oleh karena itu, inisiatif Omnibus Law oleh pemerintah menjadi salah satu harapan bagi para pelaku industri untuk memperbaiki daya saing dan iklim investasi di dalam negeri. Jika terimplementasi, harapannya industri manufaktur bisa kembali bergeliat dan membuka lapangan kerja formal yang lebih besar.

“Tujuan Omnibus Law sudah baik, kita tinggal harapkan saja ini bisa berjalan dan memperbaiki daya saing manufaktur Indonesia,” tandasnya.

Baca Juga: Aktivitas manufaktur ASEAN mulai membaik, meski serapan tenaga kerja terus turun

Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan BPP HIPMI Ajib Hamdani menambahkan, dibutuhkan peningkatan investasi serta peningkatan penyerapan tenaga kerja untuk membuat sektor manufaktur kembali ekspansif.

“Sedangkan untuk faktor eksternal, pemerintah harus lebih mendorong foreign direct investment masuk ke sektor yang berorientasi pada ekspor dan substitusi impor,” sambungnya, Senin (3/2).

Baca Juga: IHS Markit: Aktivitas manufaktur Indonesia masih lemah di awal tahun

Ia tak menampik, wabah virus Corona menjadi tantangan berat yang bakal memengaruhi kinerja perdagangan dan manufaktur Indonesia di awal tahun ini. Jika berkepanjangan, dampak Corona akan berkontribusi pada kontraksi PMI ke depan serta, mengoreksi potensi investasi.

Namun menurutnya, pengusaha masih optimistis kinerja manufaktur bisa membaik di tahun ini. “Dengan adanya komitmen Presiden untuk meningkatkan easy of doing business dan potensi masuknya foreign direct investment (FDI) di sektor riil, tahun 2020 mestinya cenderung lebih baik kinerja manufaktur di Indonesia,” kata Ajib.

Baca Juga: BPS: Inflasi Januari sebesar 0,39%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×