Reporter: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presidensi G20 Indonesia 2022 harus menjadi wadah bagi negara G20 untuk menyuarakan keberpihakannya terhadap pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di setiap negara. Langkah ini agar pelaku UMKM bisa naik kelas dan berbicara di panggung internasional.
Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Eddy Misero menyampaikan bahwa pertumbuhan dan kestabilan ekonomi sebuah negara salah satunya dilihat dari kesejahteraan para pelaku UMKM di negara yang bersangkutan.
Setiap anggota G20 harus menunjukkan keberpihakannya terhadap sektor UMKM secara total. Sebab, UMKM memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan ekonomi suatu negara.
Di Indonesia, misalnya, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan UMKM memiliki kontribusi besar bagi perekonomian Indonesia. UMKM menyumbang 60% dari total ekonomi nasional dan 97% dari sisi penciptaan dan penyerapan kesempatan kerja.
"Kalau menurut saya harus ada keberpihakan terhadap UMKM secara all out. Apakah itu sudah dilakukan? Dan itu juga harus menjadi concern seluruh negara anggota G20," ungkap Eddy, kepada Kontan.co.id, Senin (4/7).
Dia melanjutkan, salah satu wujud keberpihakan negara G20 terhadap para pelaku UMKM dapat ditunjukkan lewat kemudahan akses informasi untuk menggapai pasar internasional.
Sehingga ke depan, "go international" bisa menjadi salah satu obsesi para pelaku UMKM untuk bisa naik kelas.
"Kita harus mendapatkan akses informasi, apa produk yang bisa kita pasarkan ke mancanegara, khususnya negara G20. Mungkinkah kita menjawab kebutuhan mereka? Sehingga akses pasar internasional menjadi bagian dari obsesi meraih pasar ke depan," kata Eddy.
Untuk mencapainya, para pelaku UMKM membutuhkan dukungan total dari pemerintah. Sebagai contoh di Indonesia, para kedutaan besar di masing-masing wilayah negara kerja sama, harus lebih aktif memberikan update informasi terkait peluang maupun tawaran menarik bagi pelaku UMKM agar bisa memasarkan produknya di negara yang bersangkutan.
Hal ini, kata Eddy, dapat diwujudkan lewat dukungan pemerintah negara G20 terhadap produk lokal sesama anggota. Maka dari itu, perlu dibuka ruang untuk menerima produk dari masing-masing negara.
"Minimal harus ada keberpihakan dari negara-negara G20. Permasalahannnya akses informasi. Kedutaan Besar kita harus bekerja dengan lebih serius untuk dapat informasi dari negara-negara G20," sebut dia.
Faktor yang tak kalah penting adalah masalah permodalan. Setiap negara G20, termasuk Indonesia, harus mendukung penuh pemberian bantuan modal kepada para pelaku UMKM agar mereka bisa naik kelas.
"Saya lihat, harus all out termasuk bantuan permodalan. Jadi artinya itu yang juga kita cermati," seru Eddy.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Bidang Keuangan dan Perbankan Badan Pengurus Pusat HIPMI Anggawira mengatakan, pelaku UMKM membutuhkan ekosistem yang kondusif, untuk membuat sektor UMKM ini terus berkembang.
Salah satu bentuk ekosistem yang baik tentu dapat terealisasi lewat aliran dana atau pembiayaan yang lebih mudah diakses oleh para pelaku UMKM.
"Kami melihat UMKM membutuhkan ekosistem yang kondusif agar tidak stunting. Ekosistem ini harus dikembangkan, baik oleh pemerintah maupun berkolaborasi dengan dunia usaha dan organisasi sosial. Dengan masuk ke ekosistem yang kondusif, UMKM diharapkan bisa lebih berkembang," ucap Anggawira.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News