Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pelaku pasar keuangan masih menunjukkan sikap kontra terhadap arah kebijakan ekonomi Pemerintahan Presiden Prabowo. Sentimen negatif muncul dari pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ketidakdisiplinan fiskal, hingga dugaan intervensi terhadap independensi Bank Indonesia (BI).
Dampaknya langsung tercermin pada pasar keuangan. Kurs rupiah pada Selasa (24/9/2025) pagi kembali melemah ke Rp 16.698 per dolar AS, turun dari penutupan kemarin Rp 16.688 per dolar AS. Meski hanya menguat tipis pada penutupan perdagangan di pasar spot ke level Rp Rp 16.684.
Selain itu, Credit default swap (CDS) tenor 5 tahun juga naik dari 80 menjadi 81, sementara CDS tenor 10 tahun naik dari 126 ke 127.
Penurunan suku bunga acuan BI secara tiba-tiba pada September ini dinilai memperkuat kekhawatiran investor terhadap independensi bank sentral.
Baca Juga: Ekonom Menilai Indikatof Fiskal APBN Agustus 2025 Cerminkan Ekonomi Domestik Tertekan
Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menegaskan akar masalahnya ada pada pengelolaan fiskal. Ia menilai porsi belanja untuk program-program populis di era Prabowo relatif lebih besar dibandingkan pemerintahan sebelumnya, sehingga membebani APBN.
“Belanja ini relatif dipaksakan melalui skema burden sharing dan efisiensi anggaran. Implikasinya merembet ke pos-pos lain, termasuk Transfer ke Daerah (TKD),” jelas Riefky kepada Kontan, Selasa (24/9/2025).
Menurutnya, memang dibutuhkan belanja agresif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi harus dilakukan dengan disiplin fiskal.
Baca Juga: Hadapi Risiko Subsidi Energi, Pemerintah Perlu Siapkan Cadangan Fiskal
“Penerimaan stagnan, sementara banyak belanja tidak tepat sasaran seperti MBG. Seharusnya belanja diarahkan ke program produktif dan didukung peningkatan penerimaan,” tambahnya.
Riefky menekankan perlunya evaluasi ulang terhadap program populis yang menggerus ruang fiskal.
“Pemerintah harus mengembalikan disiplin fiskal dan menghilangkan fiscal dominance yang muncul dari burden sharing,” tegasnya.
Baca Juga: Tekanan Fiskal APBN Hingga Kebijakan Populis BI Jadi Biang Kerok Rupiah Anjlok
Selanjutnya: Wall Street Menguat Tipis, Investor Cermati Pernyataan Powell dan Data Ekonomi
Menarik Dibaca: Lagu Tabola Bale & Stecu-Stecu Masuk Daftar TikTok Songs of The Summer 2025 Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News