kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.174.000   10.000   0,46%
  • USD/IDR 16.725   32,00   0,19%
  • IDX 8.127   1,36   0,02%
  • KOMPAS100 1.130   -0,26   -0,02%
  • LQ45 809   -1,81   -0,22%
  • ISSI 283   0,94   0,33%
  • IDX30 425   -0,23   -0,05%
  • IDXHIDIV20 486   -3,35   -0,69%
  • IDX80 124   -0,14   -0,12%
  • IDXV30 133   -0,20   -0,15%
  • IDXQ30 134   -0,98   -0,73%

Pelaku Pasar Resah terhadap Disiplin Fiskal RI Longgar dan Dugaan Intervensi BI


Rabu, 24 September 2025 / 20:55 WIB
Pelaku Pasar Resah terhadap Disiplin Fiskal RI Longgar dan Dugaan Intervensi BI
ILUSTRASI. Petugas keamanan melakukan penjagaan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Bank Indonesia (BI) optimistis pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen yang tertuang dalam asumsi makro pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 bisa dicapai dengan sinergi kebijakan pemerintah dan bank sentral. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pelaku pasar keuangan masih menunjukkan sikap kontra terhadap arah kebijakan ekonomi Pemerintahan Presiden Prabowo. Sentimen negatif muncul dari pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ketidakdisiplinan fiskal, hingga dugaan intervensi terhadap independensi Bank Indonesia (BI).

Dampaknya langsung tercermin pada pasar keuangan. Kurs rupiah pada Selasa (24/9/2025) pagi kembali melemah ke Rp 16.698 per dolar AS, turun dari penutupan kemarin Rp 16.688 per dolar AS. Meski hanya menguat tipis pada penutupan perdagangan di pasar spot ke level Rp Rp 16.684. 

Selain itu, Credit default swap (CDS) tenor 5 tahun juga naik dari 80 menjadi 81, sementara CDS tenor 10 tahun naik dari 126 ke 127.

Penurunan suku bunga acuan BI secara tiba-tiba pada September ini dinilai memperkuat kekhawatiran investor terhadap independensi bank sentral. 

Baca Juga: Ekonom Menilai Indikatof Fiskal APBN Agustus 2025 Cerminkan Ekonomi Domestik Tertekan

Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI, Teuku Riefky, menegaskan akar masalahnya ada pada pengelolaan fiskal. Ia menilai porsi belanja untuk program-program populis di era Prabowo relatif lebih besar dibandingkan pemerintahan sebelumnya, sehingga membebani APBN.

“Belanja ini relatif dipaksakan melalui skema burden sharing dan efisiensi anggaran. Implikasinya merembet ke pos-pos lain, termasuk Transfer ke Daerah (TKD),” jelas Riefky kepada Kontan, Selasa (24/9/2025).

Menurutnya, memang dibutuhkan belanja agresif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi harus dilakukan dengan disiplin fiskal. 

Baca Juga: Hadapi Risiko Subsidi Energi, Pemerintah Perlu Siapkan Cadangan Fiskal

“Penerimaan stagnan, sementara banyak belanja tidak tepat sasaran seperti MBG. Seharusnya belanja diarahkan ke program produktif dan didukung peningkatan penerimaan,” tambahnya.

Riefky menekankan perlunya evaluasi ulang terhadap program populis yang menggerus ruang fiskal. 

“Pemerintah harus mengembalikan disiplin fiskal dan menghilangkan fiscal dominance yang muncul dari burden sharing,” tegasnya.

Baca Juga: Tekanan Fiskal APBN Hingga Kebijakan Populis BI Jadi Biang Kerok Rupiah Anjlok

Selanjutnya: Wall Street Menguat Tipis, Investor Cermati Pernyataan Powell dan Data Ekonomi

Menarik Dibaca: Lagu Tabola Bale & Stecu-Stecu Masuk Daftar TikTok Songs of The Summer 2025 Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×