Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom menilai rencana pemerintah memangkas subsidi listrik dan menurunkan subsidi BBM dinilai memberi ruang efisiensi fiskal. Namun, efektivitas kebijakan ini masih sangat bergantung pada kondisi makroekonomi tahun depan.
Wacana pemangkasan subsidi energi utamanya subsidi listrik ini muncul dari pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Menurutnya, hal tersebut tercetus saat dirinya bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada pekan lalu.
Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef, M Rizal Taufikurahman, menilai proyeksi penghematan subsidi energi berpotensi rapuh. Pasalnya, kebutuhan subsidi bisa kembali membengkak jika faktor eksternal maupun domestik bergerak di luar ekspektasi.
Baca Juga: Subsidi Energi 2026 Terancam Bengkak, Imbas Impor dari AS
“Jika harga minyak global kembali naik, nilai tukar melemah, atau produksi domestik terganggu, kebutuhan subsidi energi bisa membengkak lagi. Jadi, proyeksi penghematan subsidi tahun depan masih rapuh,” kata Rizal kepada Kontan, Selasa (23/9).
Rizal menegaskan, pemerintah perlu menyiapkan cadangan alias buffer fiskal untuk mengantisipasi lonjakan belanja subsidi energi.
Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain diversifikasi sumber energi, mekanisme kompensasi yang lebih transparan, serta penguatan data penerima manfaat.
“Dengan begitu, efisiensi subsidi benar-benar terjadi tanpa mengorbankan daya beli masyarakat kecil,” ujarnya.
Selanjutnya: Bank Swasta Berpeluang Kecipratan Dana Rp 200 Triliun dari Pemerintah
Menarik Dibaca: Ini Kiat Atasi Mata Minus Pada Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News