kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.704.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.310   25,00   0,15%
  • IDX 6.803   14,96   0,22%
  • KOMPAS100 1.005   -3,16   -0,31%
  • LQ45 777   -4,08   -0,52%
  • ISSI 212   1,22   0,58%
  • IDX30 402   -2,62   -0,65%
  • IDXHIDIV20 484   -3,58   -0,73%
  • IDX80 114   -0,52   -0,46%
  • IDXV30 119   -0,94   -0,79%
  • IDXQ30 132   -0,40   -0,30%

Pekerja Industri IHT Tolak Penerapan Kemasan Rokok Polos


Senin, 24 Februari 2025 / 04:25 WIB
Pekerja Industri IHT Tolak Penerapan Kemasan Rokok Polos
ILUSTRASI. Para buruh pelinting rokok antri melinting tembakau menggunakan alat linting manual di pabrik rokok Jambu Bold; Perusahaan Rakyat (PR) Rajan Nabadi di Kudus; Jawa Tengah (17/12/2024). KONTAN/Hendra Suhara


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penerapan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dinilai berisiko mengancam jutaan pekerja di industri tembakau nasional. Kebijakan ini dianggap bertentangan dengan visi Presiden Prabowo dalam menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, menegaskan bahwa industri tembakau menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, dari sektor hulu hingga hilir. Menurutnya, kebijakan yang menekan industri ini bisa berdampak luas pada keberlangsungan pekerja dan perekonomian masyarakat.

"Industri tembakau melibatkan banyak tenaga kerja. Jika ada kebijakan yang membebani industri ini, pasti akan berdampak besar, termasuk potensi PHK massal," kata Sudarto dalam keterangannya, Minggu (23/2).

Baca Juga: Kata Pakar Hukum Soal Wacana Penyeragaman Kemasan Rokok Tanpa Identitas Merek

Ia juga mengingatkan bahwa dunia usaha masih berjuang memulihkan diri dari dampak pandemi. PHK masih terjadi di berbagai sektor, sementara daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Jika kebijakan ini dipaksakan, industri tembakau bisa semakin terpuruk, berlawanan dengan upaya pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, Tino Rahardian, dosen FISIP Universitas Nasional, menambahkan bahwa kebijakan serupa yang diterapkan di beberapa negara terbukti tidak efektif menurunkan angka perokok. Menurutnya, negara justri mengalami kerugian ekonomi yang besar."Tidak ada bukti kebijakan ini bisa menekan jumlah perokok. Negara lain sudah mencoba dan gagal," ujarnya.

Tino mengutip hasil studi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) 2024, yang memperkirakan bahwa kebijakan ini bisa menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp182,2 triliun bagi pemerintah. Selain itu, industri yang terdampak bisa mengalami gelombang PHK, memperburuk kondisi tenaga kerja. Ia juga menilai bahwa kebijakan Kemenkes ini kurang melibatkan koordinasi dengan kementerian lain dan seolah berjalan sendiri. 

Selanjutnya: Perpanjang SIM Langsung Jadi Di SIM Keliling Bandung & Karawang Hari Ini (24/2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×