Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhuk dan HAM) berencana mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membahas rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Hukum Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) pada pekan depan. Pertemuan itu untuk mendiskusikan keberatan KPK dalam dua RUU itu.
"Kita rencanakan minggu depan, kita undang," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenhuk dan HAM, Mualimin Abdi, di kantornya, Kuningan, Jakarta, Jumat (28/2).
Namun, belum ada kepastian kapan KPK ikut duduk bersama membahas RUU KUHP/KUHAP. Adapun hari ini Kemenhuk dan HAM hanya mengundang Tim Perumus KUHP saja. "Senin kita tulis surat dulu," lanjut Mualimin.
Sementara itu, Ketua Tim Perumus KUHP Muladi mengatakan, pihaknya siap untuk berdebat dengan KPK. Ia menegaskan, Pemerintah dan Tim Perumus RUU KUHP tidak pernah kongkalikong untuk melemahkan KPK.
"Nanti akan kita undang. Kita kenal semua orang itu. Waktu memilih mereka kita dukung. Dekat sama mereka. Bahkan Busyro Muqoddas (Wakil Ketua KPK) waktu doktor itu yang nguji saya. Jangan bikin sulit-sulit lah," kata Muladi, mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.
Sebelumnya, KPK dan pemerintah saling melontarkan kritik terkait pembahasan RUU KUHAP-KUHP. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, penyusunan RUU KUHP-KUHAP oleh pemerintah tidak mengikuti prinsip open goverment atau pemerintahan yang terbuka dan melibatkan partisipasi masyarakat.
Sebaliknya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto meminta KPK tidak banyak bicara ke media terkait penolakan RUU KUHAP-KUHP. KPK dan lembaga penolak lainnya diminta menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) terkait pasal-pasal yang dianggap melemahkan.
Terkait RUU KUHP-KUHAP ini, KPK telah mengirimkan surat kepada Presiden, pimpinan DPR, dan pimpinan panitia kerja (panja) RUU KUHP dan KUHAP di DPR. Surat tersebut berisi rekomendasi agar pembahasan dua RUU itu dihentikan dan dibahas oleh DPR dan pemerintah periode 2014-2019. Namun, menurut Bambang, sampai saat ini KPK belum menerima surat balasan resmi dari Presiden, DPR, maupun panja. (Dian Maharani)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News