Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku tidak berniat untuk memperlemah wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan melakukan perubahan undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, pihaknya mempersilahkan KPK untuk ikut dalam pembahasan.
Selain itu, Julian juga bilang, kalau presiden meminta KPK untuk menghormati proses pembahasan yang tengah berlangsung di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Ada bagian tertentu yang ingin disempurnakan, jadi silahkan (kalau ada keberatan) disampaikan ke DPR," ujar Julian, Rabu (26/2) di Istana Negara.
Menurut Julian, pemerintah masih memegang komitmen untuk mendukung KPK dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia. Justru, menurutnya, diajukannya perubahan UU KUHP ini untuk menyempurnakan aturan tersebut.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang politik hukum dan keamanan (menkopolhukam) Djoko Suyanto mengatakan, dirinya bersama DPR siap membahas RUU KUHP bersama-sama dengan KPK. Ia menegaskan, keberadaan RUU KUHP ini sudah direncanakan sejak 12 tahun lalu, jauh sebelum KPK didirikan.
Jadi, keberadaan RUU KUHP ini bukan untuk menumpulkan peran KPK dalam pemberantasan korupsi. Kalaupun ada ketidak sesuaian, maka itu bisa dibicarakan bersama. Itulah mengapa RUU ini perlu dibahas, tidak langsung di ketuk.
Sebelumnya, KPK dan sejumlah pihak menilai keberadaan RUU KUHP ini bisa melemahkan posisi KPK, karena ada sejumlah pasal yang mengurangi wewenang KPK dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. Misalnya saja, kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan, yang tidak akan sebebas sperti sekarang, karena harus melalui ijin pengadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News