kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pejabat yang calonkan diri di pilkada, harus mundur


Rabu, 16 Maret 2016 / 11:40 WIB
Pejabat yang calonkan diri di pilkada, harus mundur


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Pemerintah dan DPR RI akan segera membahas draf revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam waktu dekat, pemerintah akan melayangkan amanat presiden (Ampres) tentang pembahasan calon beleid tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada pekan ini. 

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, ada 16 klausul yang akan diajukan pemerintah dalam draf revisi UU Pilkada. "Dalam satu atau dua hari ke depan, kami akan kirimkan Ampres ke DPR," kata Tjahjo, Selasa (15/3).

Dalam revisi tersebut, pemerintah akan mengubah aturan dalam RUU Pilkada. Seperti batasan waktu penyelesaian proses hukum di pengadilan tata usaha negara (PTUN) hingga Mahkamah Agung (MA). Dengan perubahan ini, diharapkan proses hukum yang terjadi tidak akan mengganggu tahapan pilkada serentak.

Pemerintah juga mengusulkan adanya kewajiban mundur bagi pejabat negara, termasuk anggota dewan yang maju sebagai calon kepala daerah. Ini untuk menghindari penyelewengan jabatan.

Draf RUU Pilkada juga akan tetap membebankan anggaran penyelenggaran Pilkada kepada daerah. Bahkan biaya sengketa di MK. "Juga memasukkan hasil keputusan gugatan di Mahkamah Konstitusi," kata Tjahjo.

Dia menambahkan, pemerintah menargetkan pembahasan rancangan UU ini bisa diselesaikan segera. Sehingga Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mempercepat penyesuaian aturan teknis Pilkada serentak 2017 yang melibatkan 107 daerah.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo bilang, meskipun penganggaran Pilkada menjadi tanggungan APBD, pemerintah pusat tetap mengalokasikan dana untuk kebutuhan berskala nasional. Misalnya untuk pendataan pemilih, pengamanan, serta pelaksanaan pelantikan kepala daerah terpilih di Jakarta.

Kemkeu dan Kemdagri akan mengawasi serta memastikan adanya alokasi anggaran Pilkada di APBD 2017. "Takut di daerah yang kepala daerahnya sudah dua kali maju, anggarannya kurang," ujarnya.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, mengakui, sampai saat ini draf RUU Pilkada belum sesuai harapan Presiden Joko Widodo ingin regulasi untuk jangka panjang. "RUU Pilkada yang komprehensif belum bisa kami lakukan, sebab sudah mepet waktunya," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×