Reporter: Gentur Putro Jati |
JAKARTA. PT Pertamina (Persero) kembali menjanjikan bahwa stok dan pasokan elpiji yang tersedia di seluruh terminal penyimpanan elpiji miliknya sudah aman. Namun, baru tiga sampai empat hari ke depan bisa disalurkan secara merata ke masyarakat.
Deputi Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya bilang, sampai 31 Desember 2008 dibutuhkan pasokan 163.850 metrik ton. Kebutuhan sebesar itu akan dipenuhi dari Belanak, Natuna sebanyak 31.000 metrik ton, dari lapangan Jabung dan Tanjung Uban milik Petrochina sebanyak 60.000 metrik ton serta impor 95.000 metrik ton.
"Tetapi kan untuk bisa recover sepenuhnya perlu waktu, artinya selama seminggu ini elpiji di agen itu habis. Jadi kalau kita tambah 50% di atas kebutuhan normal recovery pasokan di masyarakat baru selesai 3 sampai 4 hari," ujar Hanung, Rabu (17/12).
Menurut Hanung, Pertamina terus berupaya mengoptimalkan seluruh infrastruktur untuk menjamin keamanan pasokan. Dalam hitungan Hanung, sejak program konversi dari minyak tanah ke elpiji dimulai, permintaan elpiji rata-rata naik lebih dari 6.700 metrik ton setiap bulan.
Saat ini ketahan pasokan elpiji nasional mencapai 17 hari ke depan atau 116.581 metrik ton, dengan asumsi rata -rata kebutuhan per hari mencapai 6.313 metrik ton. Untuk mengamankan pasokan di Jawa Barat, Pertamina akan mengalihkan pasokan ke Eretan karena tanker lebih besar dengan bobot 10 ribu metrik ton. "Sehingga waktu transportasi lebih cepat 2 jam. Di Tanjung Priok, waktu tempuhnya 10 jam," katanya.
Hanung menambahkan sejauh ini Pertamina telah melakukan operasi minyak tanah di Jawa dengan volume tambahan sebesar 3 ribu kilo liter per hari, injeksi Kilang Balongan 5 ribu ton untuk memulihkan pasar Jawa Tengah, injeksi Kilang Cilacap sebesar 1.500 metrik ton, penambahan unit kapal semi refrigerated dari 4 menjadi 5, dan peningkatan pumping rate Terminal Eretan dari 100 metrik ton per jam menjadi 300 metrik ton per jam.
Terkait desakan dari masyarakat yang menuntut harga elpiji non subsidi ukuran 12 kilogram dan 50 kilogram diturunkan, Hanung bilang Pertamina belum bisa memenuhinya. Pasalnya, meskipun harga kontrak penjualan CP Aramco saat ini US$ 336 per metrik ton, namun, Pertamina sudah telanjur meneken kontrak pengadaan elpiji untuk kebutuhan non subsidi pada bulan November.
"Waktu itu harganya masih US$ 490 per metrik ton. Jadi Pertamina masih menanggung subsidi untuk ukuran 12 kilogram dan 50 kilogram," tambah Hanung.
Dalam hitungannya, harga keekonomian satu kilogram elpiji non subsidi adalah Rp 7.250. Sementara Pertamina jual ke masyarakat Rp 5.750 per kilogram. "Artinya kita masih subsidi Rp 1.500 per kilogram dan Pertamina masih merugi menjual yang non subsidi itu," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News