kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pasar khawatir, kok Jokowi belum umumkan kabinet


Kamis, 23 Oktober 2014 / 16:21 WIB
Pasar khawatir, kok Jokowi belum umumkan kabinet
ILUSTRASI. Realme 11 Pro+ Resmi Dirilis, Jadi HP Realme Pertama dengan Kamera 200MP


Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Nilai tukar rupiah berputar balik dari arah penguatan terhadap dollar AS. Ekonom Mandiri Institute, Destry Damayanti, menilai, ekspektasi pasar yang kelewat tinggi pun kandas setelah mereka berharap bahwa Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat segera tancap gas dengan gerbong barunya. Hal ini terjadi setelah pembentukan kabinet mengalami banyak aksi tarik dan ulur. 

Destry melihat, mata uang Garuda begitu cepat balik arah, dari Rp 12.200 menuju Rp 11.900, pada saat Jokowi berhasil membuat pendekatan ke Prabowo Subianto. Menurut Destry, peristiwa itu mematahkan pandangan pasarbahwa akan terjadi deadlock antara pemerintah dan parlemen. 

"Ternyata Jokowi membuktikannya dengan gaya politik beliau yang humble dan low profile. Dia deketin (pihak Prabowo) dan kayaknya berhasil, itu sudah selesai dan memberikan sentimen yang positif. Tiba-tiba, sekarang pembentukan kabinet terulur-ulur kayak begini," kata Destry saat ditemui di sela-sela International Financial Inclusion Forum, Kamis (23/10). 

Destry lebih lanjut menyampaikan bahwa vakumnya kabinet memberikan ketidakpastian bagi pasar. "Jadi, market juga mikir, ada apa lagi ini karena sepertinya pihak dari koalisi Pak Prabowo sudah clear," lanjut Destry. 

Tadinya, kata dia, pasarberharap bahwa pemerintahan Jokowi-JK bisa terbentuk secara solid dan langsung bekerja, sebagaimana jargon yang selama ini diumbar, "kerja, kerja, kerja". 

"Sebenarnya juga, Pak Jokowi memang 'menjanjikan banyak' bahwa kita akan langsung kerja, dari maritim, pertanian, hingga masyarakat bawah. Itu janji-janji beliau yang berulang-ulang disebutkan, dengan speech 'kabinet kerja, kerja, kerja'. Hal tersebut menandakan bahwa pemerintahan ini akan beda," kata Destry dengan nada menyayangkan. 

Tentunya, kata dia, janji-janji Jokowi-JK itu dilihat sebagai sesuatu yang berbeda dari pemerintahan sebelumnya. Namun jelas, cita-cita membentuk "kabinet kerja, kerja, kerja" membutuhkan orang-orang yang bukan asal-asalan dalam gerbong kabinet. 

"Jadi, itu ekspektasi pasar. Bahwa (soal kabinet) sekarang masih dalam proses, itu membuat market khawatir, ada apa? Dampak ke depannya bagaimana?" ucap Destry. 

Dipengaruhi faktor non-fundamental

Destry melihat, rupiah yang kembali melemah pasca-inagurasi Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2014 lebih disebabkan faktor non-fundamental. Faktor fundamental perekonomian global dan domestik dinilai justru menjadi pendorong penguatan rupiah. 

"Tone dari AS tidak agresif lagi hokies-nya, malah mereka (market) melihatnya agak sedikit hokies," kata dia soal pengaruh AS. 

Hal tersebut didorong perkiraan dari naiknya suku bunga bank sentral AS yang bisa saja meleset dari prediksi awal. Sebelumnya, analis pasar memperkirakan, Fed fund rate akan naik pada kuartal pertama tahun 2015. 

"Sekarang beda lagi karena ada data AS yang tidak sekuat yang diperkirakan," ucap dia. 

Konsekuensinya, rupiah dan nilai tukar mata uang regional seharusnya bisa menguat. Sementara itu, di sisi domestik, fundamental juga cukup baik, ditopang rilis data investasi kuartal ketiga 2014. Foreign direct investment masih tumbuh dengan dobel digit dibanding tahun lalu. Sementara itu, investasi langsung secara keseluruhan masih tumbuh di kisaran 14 persen (tahun ke tahun). 

Data inflasi Oktober juga diprediksi masih rendah, dan semestinya tidak memberikan tekanan terhadap rupiah. Dengan demikian, sampai akhir tahun, Destry memperkirakan bahwa indeks harga konsumen masih akan di bawah 5 persen. 

Adapun neraca pembayaran memiliki kecenderungan ke arah yang lebih baik, seiring dengan kesempatan dua raksasa tambang, PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT), untuk kembali melakukan ekspor. "Jadi, faktor fundamental semestinya tidak ada (tidak menjadi penyebab). Jadi, kesimpulannya, ini lebih ke faktor non-fundamental," kata Destry. (Estu Suryowati)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×